Jumat, 09 Desember 2011

Jumat, 09/12/2011 13:49 WIB
Bikin BPR di Jakarta Harus Punya Modal Rp 15 Miliar  
Herdaru Purnomo - detikFinance 


Foto: dok.detikFinance
Jakarta - Bank Indonesia (BI) akan meningkatkan modal setor minimum untuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR) wilayah DKI Jakarta hingga Rp 15 miliar. BI mulai memberlakukan aturan tersebut di 2012.

Demikian diungkapkan oleh Direktur Kredit, UMKM dan BPR BI Edy Setiadi ketika ditemui di Gedung BI, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Jumat (9/12/2011).

"Di 2012 rencananya modal disetor minimal untuk BPR wilayah DKI itu kan Rp 5 miliar nanti dinaikkan hingga Rp 15 miliar," ungkapnya.

Dijelaskan Edy, meningkatkan modal minimum BPR di Jakarta dilakukan agar tingkat persaingan bisa lebih tinggi. Pasalnya, semakin banyak BPR yang bermodal pas-pasan tetapi membuka bank di DKI.

"Modal tersebut kan nantinya harus bisa meng-cover ekspansi kredit, penggajian SDM dan membuka kantor cabang baru," jelasnya.

Seperti diketahui, ketentuan tentang modal setor minimum BPR sebagaimana diamanatkan oleh PBI Nomor 8/26/PBI/2006 tentang BPR, dalam Pasal 4 secara jelas ditegaskan bahwa untuk pendirian BPR ditetapkan modal setor minimum sebagai berikut:

  • Rp 5.000.000.000 untuk BPR di Wilayah Khusus Ibukota Jakarta;
  • Rp 2.000.000.000 untuk BPR di Ibukota Provinsi Jawa dan Bali, serta di wilayah Kabupaten atau kota Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi;
  • Rp 1.000.000.000 untuk BPR di Ibukota Provinsi di luar Jawa dan Bali, serta BPR di Provinsi Jawa dan Bali di luar wilayah yang disebutkan pada huruf a dan b;
  • Rp 500.000.000 untuk BPR di luar wilayah yang disebutkan pada huruf a, b, dan c.

(dru/dnl) 

DOKUMENTASI TRAINING JFI :"ASPEK HUKUM PERKREDITAN" DI TANGERANG 7 DESEMBER 2011





Kebijakan BI
BI Tetapkan Lima Arah Kebijakan Tahun 2012
Dewi Indriastuti | Agus Mulyadi | Jumat, 9 Desember 2011 | 23:38 WIB

Dibaca: 91

|
Share:
KOMPAS IMAGES/DHONI SETIAWANDarmin Nasution
JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia (BI) menetapkan lima arah kebijakan pada tahun 2012. Arah kebijakan tersebut mempertimbangkan pengelolaan ekonomi makro, yang harus berhadapan dengan risiko global dan permasalahan domestik yang begitu kompleks.
Demikian paparan Gubernur BI, Darmin Nasution, dalam acara tahunan makan malam bersama bankir di Jakarta, Jumat (9/12/2011) malam.
Lima arah kebijakan itu adalah, pertama mengoptimalkan peran kebijakan moneter dalam rangka mendorong kapasitas perekonomian, sekaligus memitigasi risiko perlambatan ekonomi global.
Kedua, meningkatkan efisiensi perbankan untuk mengoptimalkan kontribusinya dalam perekonomian, dengan tetap memperkuat ketahanan perbankan.
Ketiga, meningkatkan efisiensi, keandalan, dan keamanan sistem pembayaran, baik dalam sistem pembayaran nasional maupun hubungan sistem pembayaran dengan luar negeri.
Keempat, memperkuat ketahanan makro dengan memantapkan koordinasi dalam manajemen pencegahan dan penanggulangan krisis.
Kelima, mendukung pemberdayaan sektor riil termasuk melanjutkan upaya perluasan akses perbankan kepada masyarakat.
"Pada tahun 2012, kebijakan moneter akan diarahkan dalam rangka melanjutkan stabilisasi di sektor keuangan, serta menjaga BI rate yang konsisten dengan upaya mengoptimalkan stimulus pada perekonomian, namun dengan tetap memperhatikan sasaran inflasi," ujar Darmin.

Senin, 05 Desember 2011


Banyak BPR Di Sumut Dalam Pengawasan Khusus

MEDAN (Berita): Bank Indonesia (BI) Regional Sumut dan Aceh menyatakan, sejumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Sumut sedang dalam pengawasan khusus menyusul tingginya kredit bermasalah di bank itu.
Kita belum bisa sebutkan jumlah dan nama BPR nya. Yang jelas  sedang dalam pengawasan khusus BI,” kata Mikael Budisatrio, Peneliti Ekonomi Madya Senior Bank Indonesia Medan kepada wartawan di kantornya Rabu (30/11).
Ia menjelaskan secara agregat kredit bermasalah (NPL) BPR di Sumut September 2011 mencapai 7,55 persen, jauh melebihi dari ketetapan BI sebesar 5 persen. Namun tidak berarti semua BPR dengan NPL tinggi seperti itu. Posisi September 2011, jumlah BPR dan BPR Syariah di Sumut mencapai 59 dengan total aset Rp760 miliar. Aset ini meningkat dibanding Agustus 2011 sebesar Rp730 miliar.
Kredit yang disalurkan Rp530 miliar, sama dengan posisi Agustus 2011 atau meningkat dibanding Juni 2011 sebesar Rp500 miliar. Dana pihak ketiga (DPK) posisi September 2011 sebesar Rp530 miliar, meningkat dibanding Agustus 2011 sebesar Rp510 miliar. DPK itu terdiri dari tabungan Rp250 miliar dan deposito Rp280 miliar. Berarti persentase kredit yang disalurkan mencapai 100 persen.”Jadi dari 59 BPR itu, ada beberapa yang sedang diawasi,” kata Mikael.
Mikael menyebut penyaluran kredit BPR di Sumut itu pada posisi September mengalami kenaikan dibandingkan posisi akhir Desember 2010. Dari sebesar Rp490 miliar kredit di akhir tahun 2010, pada September 2011 penyaluran kredit mencapai
Rp530 miliar.
Pengamat ekonomi Sumut dari USU, John Tafbu Ritonga, mengatakan, BI harus menyelamatkan BPR. Karena bank itu dimaksudkan pemerintah untuk bisa memberikan manfaat ekonomi kerakyatan kepada masyarakat,khususnya yang berada di daerah.
“BI harus respon cepat terhadap ketidaksehatan BPR di Sumut. Terutama membuat kebijakan terkait penyelamatan BPR disebabkan rentannya BPR ini terhadap kredit macet,” ujar Dekan Fakultas Ekonomi USU ini. (wie)

Siaran Pers
JudulBank Indonesia Luncurkan Buku Generic Model Apex BPR dan Buku Model Bisnis BPR
Sumber DataBiro Hubungan MasyarakatTanggal5-12-2011Hits86
ContactBiro Hubungan Masyarakat, Telp.: (62-21) 381-7187 Fax.: (62-21) 350-1867, E-mail: humasbi@bi.go.id
Lampiran
No. 13/ 42 /PSHM/Humas
Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution, disaksikan Gubernur Jawa Timur, Soekarwo, Ketua Asbanda dan Ketua DPP Perbarindo meluncurkan buku "Generic Model Apex BPR dan Buku Model Bisnis BPR, pada Senin, 5 Desember 2011, di Jakarta. "Buku-buku tersebut diluncurkan sebagai referensi bagi masyarakat dan perbankan di dalam mendirikan dan juga meningkatkan layanan BPR. Buku Generic Model Apex BPR berisi pedoman umum dalam menginisiasi pembentukan dan pelaksanaan operasional Apex BPR. Sedangkan buku Model Bisnis BPR, berisi pedoman bagi pengelolaan bisnis BPR yang sehat dan berkesinambungan", demikian Darmin Nasution dalam sambutannya.
Untuk tahap awal, buku Generic Model Apex BPR ditujukan sebagai panduan dalam pembentukan dan pelaksanaan Apex BPR bagi Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang bertindak sebagai Apex. Ini sebagai sebagai tindak lanjut atas pencanangan program BPD Regional Champion (BRC) pada tanggal 21 Desember 2010. Dimana peran BPD terus ditingkatkan untuk menjadi agent of regional development. Untuk edisi selanjutnya, akan dikaji kemungkinan model Apex BPR dimana bank umum selain BPD bertindak sebagai Apex Bank. "Kehadiran lembaga Apex merupakan bentuk sinergi yang ideal untuk bersama-sama melayani UMKM, sehingga meminimalisasi terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat antara Bank Umum dan BPR", demikian ditegaskan Darmin.
Sementara itu, Buku Model Bisnis BPR diterbitkan setelah melalui pengamatan dan pembelajaran yang mendalam selama 5 tahun terakhir terhadap BPR-BPR yang ada di Indonesia. Bank Indonesia melihat adanya BPR-BPR yang mampu melewati berbagai hambatan dalam situasi keuangan dan ekonomi apapun. Ketangguhan BPR-BPR tersebut menghadapi serangkaian tantangan jaman, didukung oleh sekumpulan aspek yang mengarah pada perwujudan BPR ideal di masa depan. Aspek-aspek tersebut adalah (i) aspek pemilik, (ii) aspek kinerja keuangan dan permodalan, (iii) aspek lokasi dan wilayah operasional, (iv) aspek strategi bisnis, manajemen dan kebijakan SDM, serta (v) aspek keeratan hubungan dengan masyarakat di lingkungannya. Dalam panduan tersebut juga terdapat pesan mengenai integritas dan profesionalisme. Karena bagaimana BPR dapat memenangkan hati masyarakat setempat, jika BPR tidak dikelola dengan manajemen yang kredibel.
Berdasarkan data, saat ini terdapat 1.683 BPR dengan 4.122 jaringan kantor. Total aset per Oktober sebesar Rp. 53,53 triliun, kredit Rp 40,26 triliun dan simpanan (Dana Pihak Ketiga) Rp 36,46 triliun.
Jakarta, 5 Desember 2011
Direktorat Perencanaan Strategis
Dan Hubungan Masyarakat
Dyah N.K. Makhijani
Direktur

Minggu, 04 Desember 2011

DOKUMENTASI TRAINING JFI DI JAKARTA 2 - 3 DESEMBER 2011





DOKUMENTASI TRAINING JFI :"STRATEGI PENYUSUNAN RENCANA BISNIS BPR" DI HOTEL NALENDRA JAKARTA 2 - 3 DESEMBER 2011

Selasa, 29 November 2011

Rabu, 14 September 2011


Hukum Pareto,  Konsep Boston Consulting Group (BCG), dan Urgensi Motivasi yang Unggul atau Great Motivation

Oleh : Kardi Jfi*
Pada awalnya prinsip hukum pareto dan konsep BCG (Boston Consulting Group) banyak diterapkan pada kegiatan pemasaran dan  manajemen strategik. Beberapa waktu terakhir ini, hukum pareto dan konsep BCG juga diterapkan pada pengelolaan SDM di perusahaan. Dalam pengelolaan SDM di perusahaan, hukum Pareto datang dengan salah satu simpulan : ”20% SDM perusahaan yang menghasilkan atau menyumbang 80% kinerja atau produktivitas  perusahaan”. Dari formulasi Hukum Pareto tersebut, dengan mengacu pada konsep BCG, dikelompokkan juga  SDM atau karyawaan di perusahaan menjadi 4 bagian utama. PERTAMA, kategori bintang atau star. Biasanya karyawaan dengan profil ini cepat menanjak produktivitasnya, tetapi cepat pula merosot.
KEDUA, kategori tegar atau cash cow. Karyawaan pada profil ini berpeluang sekali ditingkatkan menjadi karyawaan bintang. KETIGA, kategori karyawaan kayu lapuk atau dahan mati, yang memerlukan dorongan sebagai  penggerak. KEEMPAT, karyawaan kategori Tanda Tanya atau question mark, yang perlu didukung dengan aneka ketrampilan supaya semakin mampu bekerja.
Di sisi lain, setiap manusia atau karyawaan memiliki potensi kemampuan untuk mengwujudkan cipta, karsa dan karya. Satu triliun sel otak, yang dimiliki setiap karyawaan atau SDM, adalah modal yang kuat untuk menciptakan nilai bagi setiap SDM untuk menjadi lebih baik atau keep getting better, dan setiap SDM pasti memiliki cita-cita atau harapan untuk menjadi lebih baik. Untuk itu diperlukan program upaya pemberdayaan atau penguatan. Dapat membangun motivasi yang unggul atau great motivation adalah upaya pemberdaayaan setiap kategori SDM untuk menciptakan nilai bagi setiap SDM, yang selanjutnya dapat menciptakan nilai bagi institusi atau perusahaan. Jadi, Hukum Pareto, konsep BCG perlu dilengkapi dengan program penguatan dalam motivasi yang unggul atau great motivation, supaya kian berarti atau semakin bernilai. Semoga.
---------
 ( *Training Leader JFI ).

Selasa, 12 Juli 2011

Memperkuat Infrastruktur BPR, Meningkatkan Penjualan









Memperkuat Infrastruktur BPR, Meningkatkan Penjualan

#Keberadaan Jaringan Kantor kian penting untuk Bisnis BPR#
Oleh : Kardi Jfi*
            Pemasaran dalam konteks bauran pemasaran atau marketing mix memiliki 4 unsur, yaitu product, price, promotion, dan place. Manakala 4 unsur tersebut berfungsi secara efektif, maka dapat berpengaruh positif pada peningkatan penjualan produk.
Apa sesungguhnya jalan atau infrastruktur bagi nasabah/Calon Nasabah sehingga memiliki akses menggunakan produk BPR ? Dalam penjualan, unsur promotion dan place lah yang merupakan infrastruktur atau jalan bagi nasabah atau calon nasabah untuk dapat menggunakan produk BPR. Jadi, karakteristik unsur product dan price sifatnya statis. Sebagus apa pun product dan price pada BPR, tanpa berfungsinya promotion dan place, maka target penjualan biasanya sulit tercapai. Dengan demikian, karakteristik promotion dan place itu adalah dinamis.
Unsur Place atau Saluran Penjualan yang dimiliki BPR besar saat ini, seperti yang dimiliki BPR Surya Yudha, maupun BPR KS, terutama dalam konteks saluran penjualan melalui jaringan kantor (Kantor Cabang, Kantor Kas, dan Kegiatan Kas di Luar Kantor), membuat mereka dalam 3 tahun terakhir selalu naik kelas. Malahan, dengan infrastruktur yang dimiliki BPR KS, sudah memberikan pelayanannya 24 jam satu hari dan 7 hari dalam seminggu. 
Beberapa BPR sebelumnya yang termasuk dalam besaran aset 10 besar nasional, cenderung turun kelas dan ada yang bubar, yang kebetulan tidak memiliki jaringan kantor yang memadai. 
Berangkat dari hal tersebut, maka khususnya dalam peningkatkan penjualan produk BPR, baik di sisi landing, funding maupun fee base income, maka tampaknya masih diperlukan upaya untuk memperkuat infrastruktur atau jaringan kantor atau place, karena hal tersebut dapat membuka peluang peningkatan penjualan produk BPR. 
Sesuai dengan ketentuan yang terkait, seperti PBI No.26/PBI/2006, jaringan kantor BPR dibagi 4, yaitu Kantor Pusat, Kantor Cabang, Kantor Kas dan Kegiatan Kas di Luar Kantor. Tentu, dalam rangka memperkuat saluran penjualan, maka diperlukan beberapa upaya pendukung. Diantaranya, pertama, profil pelayanan perizinan. Untuk mengkondisikan iklim yang kondusif dalam rangka pembukaan jaringan kantor BPR diperlukan profil perizinan yang sederhana dan sistematis dari instansi yang terkait.
Kedua, penyempurnaan ketentuan. Dalam rangka pembukaan jaringan Kantor Cabang sudah sebaiknya, dipersingkat durasi pembukaan satu kantor Cabang dan Kantor Cabang berikutnya jika diperlukan BPR dengan ketentuan memenuhi persyaratan. Misalnya, jarak waktu pembukaan kantor cabang dengan cabang baru, tidak perlu memakan waktu sampai 3 bulan, karena pada Bank Umum, misalnya tidak ada ketentuan seperti itu.
Ketiga, kegiatan kas di luar kantor, seperti payment point. Pada pasal 41 ayat (1) PBI No. 26/PBI/2006, ditentukan payment point hanya dapat dilakukan dalam wilayah kabupaten atau kota yang sama dengan kantor induknya. Menurut pengamatan penulis, sudah ada BPR yang menyelenggarakan payment point di luar cakupan wilayah, seperti diatur pada pasal 41 ayat (1) PBI No.26/PBI/2006. Tentu, hal tersebut perlu diakomodir, dan kalau memungkinkan diikuti dengan penyempurnaan pengaturannya.
Keempat, perluasan cakupan segmentasi pembukaan kantor cabang BPR. Saat ini, berdasarkan ketentuan yang ada, wilayah DKI Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, Karawang, sudah satu segmentasi geografis dalam perizinan pembukaan kantor cabang BPR. Karena dukungan perkembangan teknologi informasi dan transportasi maka cakupan perizinan pembukaan kantor cabang BPR perlu diperluas, misalya se-wilayah pulau Jawa dan Madura, dan lain-lain. Jika hal tersebut dapat dikondisikan, maka bisa berpengaruh pada percepatan konsolidasi industri BPR secara regional maupun nasional.

Mengingat perluasan jaringan kantor BPR merupakan infrastruktur yang penting dalam kerangka peningkatkan penjualan BPR, yang pada akhirnya mendukung peningkatkan volume usaha dan efisiensi usaha BPR, sudah sebaiknya BPR yang mampu aktif mengembangkan jaringan kantornya, dengan dukungan dari SDM, teknologi, pengawasan dan permodalan yang memadai. Dengan cara demikian BPR nasional, tidak cenderung bertumbuh dalam deret hitung tetapi akan cenderung bertumbuh dan berkembang dalam deret ukut.

Disamping, saluran penjualan (place), yang menjadi infrastruktur dalam pemasaran adalah promotion. Apa saja ruang lingkup promosi yang dapat mendukung infrastruktur pemasaran efektif, yang pada akhirnya dapat meningkatkan penjualan ? Pertama, periklanan atau advertising, yaitu segala bentuk penyajian dan promosi bukan pribadi mengenai gagasan, produk/barang, atau jasa. Tentu supaya efektif media iklan yang digunakan harus diukur atau dievaluasi. Dikatakan demikian, karena media-media iklan memiliki keunggulan dan kelemahan. Misalnya, keunggulan media periklanan lewat koran adalah tepat waktu, peliputan segmentasi bagus (saat ini sudah ada beberapa koran lokal), diterima secara luas, relative dapat dipercaya; sedangkan kelemahannya adalah memiki durasi umur yang pendek, sedikit pembaca selain pelanggan/pembelinya. Saat ini sebagian besar BPR misalnya masih mempergunakan brosur, spanduk mendukung media periklanannya. Disamping itu sudah ada beberapa BPR yang beriklan di TV Lokal, Koran, Majalah, dan lain-lain. 
Kedua, promosi penjualan atau sales promotion, yaitu insentif jangka pendek untuk mendukung terjadinya pembelian atau peningkatan jumlah nasabah, baik disisi bunga, provisi/administrasi atau insentif lainnya. Kegiatan ini ditempuh khususnya dalam mendukung peningkatan jumlah nasabah baru.
Ketiga, penjualan pribadi atau personal selling, penjualan produk/jasa perusahaan atau BPR, dengan tujuan menjual atau meningkatkan penjualan dan membina hubungan baik dengan nasabah.
Keempat, hubungan masyarakat (public relation), yaitu kegiatan membina hubungan dengan berbagai kelompok masyarakat yang terkait dengan segmentasi perusahaan/BPR melalui publisitas yang mendukung peningkatan image perusahaan, menangani berita yang kurang relevan tentang perusahaan.

Berdasarkan pengamatan penulis dari tahun 2001 yang lalu sampai saat ini, produk kredit 1 jam cair dari PT BPR Supra Arta Persada, Cisaat, Sukabumi, merupakan salah satu produk BPR, yang memiliki brand equity yang relatif tinggi. Ketika mendiskusikannya di sela-sela instirahat pelatihan :”Strategi Pemasaran BPR” di hotel Bumikarsa Jakarta beberapa waktu yang lalu, menurut Fitri Verawati, Pimpinan Cabang PT BPR Supra Artha Persada Cicurug, khususnya yang terkait dengan strategi promosi kredit satu jam cair tersebut, simpul pentingnya adalah adanya konsisten menjalankan program promosi, baik secara above the line maupun below the line, melalui penetapan anggaran yang tepat.
Betul, supaya lebih efektif, tentu promosi harus dibarengi dengan anggaran yang memadai, yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan perencanaan yang tepat. Bagaimana menetapkan anggaran promosi tersebut ? Philip Kotler (1996), menyatakan ada 4 metode penetapan anggaran promosi. 
Pertama, metode sesuai kemampuan. Menetapkan anggaran promosi pada tingkat yang oleh manajemen diperkirakan dapat ditanggung oleh perusahaan. Pada metode ini kerap kegiatan promosi dianggap sesuatu yang bukan vital.
Kedua, Metode persentase penjualan. Menetapkan anggaran promosi pada persentase tertentu dari penjualan saat ini atau yang diperkirakan atau dalam persentase harga penjualan. Metode ini dalam implementasinya, lebih cenderung menciptakan kestabilan bersaing, karena perusahaan yang bersaing lazimnya mempunyai persentase pengeluaran yang sama untuk promosi penjualan. Ketiga, metode mengimpangi pesaing. Metode ini menetapkan anggaran promosi untuk mengimbangi apa yang dilakukan oleh pesaing.
Keempat, metode sasaran dan tugas. Mengembangkan anggaran promosi dengan (1) menetapkan sasaran spesifik; (2) menetapkan tugas yang dilakukan untuk mencapai sasaran ; (3) memperkirakan biaya untuk melaksanakan tugas-tugas mencapai sasaran. Jumlah biaya itu diusulkan atau dibuat menjadi anggaran promosi.
Dengan anggarakan promosi yang pas untuk menggerakkan kegiatan promosi, pada akhirnya dapat memperkuat infrastruktur masuknya atau lancarnya nasabah atau customer menggunakan produk, yang pada akhirnya mendukung peningkatan penjualan.
(*Training Leader di JFI)