Catatan
Hukum :
Perjanjian
Kredit sebagai Sumber Utama Perikatan antara BPR dengan Debitur
Oleh
: Kardi Pakpahan*
Perjanjian (kredit) merupakan sumber
utama perikatan antara Bank Perkreditan Rakyat (BPR) selaku kreditur dengan
debitur. Perjanjian atau persetujuan menurut pasal 1313 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata (KUHPer) adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang
atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
Supaya sah, berdasarkan pasal 1320 KUHPer Perjanjian harus memenuhi 4 syarat,
yaitu 1) adanya kata sepakat; 2) Para
pihak yang membuat perjanjian sudah dewasa; 3) Hal Tertentu; 4) suatu sebab
yang halal atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Perjanjian yang dibuat secara sah, berdasarkan
pasal 1338 KUHPer berlaku atau mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya.
Dalam
perkreditan, disamping perjanjian sebagai sumber utama perikatan diantara para
pihak, berdasarkan pasal 1233 KUHPer sumber perikatan lainnya adalah undang-undang. Misalnya, jika Debitur tidak
mampu memenuhi kewajibannya (Schuld) kepada BPR, maka berdasarkan pasal
1131 KUHPer, seluruh harta Debitur adalah menjadi jaminan terhadap
hutang-hutangnya (haftung), walapun
tidak diatur dalam Perjanjian Kredit. Pada pasal 1131 KUHPer disebutkan
:”semua kebendaan si berutang, baik yang
bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan
ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”.
Dalam kebijakan dan prosedur
perkreditan, aspek perjanjian kredit didepankan pada bagian kebijakan persetujuan
kredit. Standar perjanjian kredit, baik bentuk, format dan isi biasanya sudah
ditentukan oleh BPR yang dikenal juga dengan standar baku perjanjian kredit,
berdasarkan Lampiran POJK Nomor : 33/POJK.03/2018, paling sedikit untuk : 1) memenuhi keabsahan dan
persyaratan hukum yang dapat melindungi kepentingan BPR dan Debitur; 2) memuat
jumlah, jangka waktu, suku bunga, tujuan penggunaan, tata cara pembayaran
kembali Kredit serta persyaratan Kredit lainnya sebagaimana ditetapkan dalam
keputusan persetujuan Kredit dimaksud; dan 3) perjanjian Kredit paling sedikit
dibuat dalam rangkap 2 (dua) dan
salah satunya disampaikan kepada Debitur.
Dengan
demikian, berdasarkan POJK Nomor : 33/POJK.03/2018 setelah
pengikatan kredit dilaksanakan maka BPR
wajib memberikan satu rangkap dokumen Perjanjian Kredit kepada Debitur,
termasuk tentunya kalau pengikatan kredit dilaksanakan di hadapan Notaris/PPAT.
Ketentuan
tentang kewajiban BPR untuk menyerahkan Perjanjian Kredit kepada Debitur juga
diatur pada pasal 26 POJK No.1/POJK.07/2013. Disana dikatankan :”Pelaku jasa usaha keuangan wajib memberikan
tanda bukti kepemilikan produk dan/atau pemanfaatan layanan kepada Konsumen
tepat pada waktunya sesuai dengan perjanjian dengan Konsumen”.
Disamping
dokumen perjanjian kredit, dokumen yang perlu disediakan oleh BPR kepada
Dibitur, khususnya atas permintaan Debitur adalah rekening Koran maupun dasar
pengenaan bunga kredit. Permintaan rekening Koran oleh debitur dapat juga
digunakan oleh BPR sebagai bagian dari pengendalian internal atau pengawasan
perkreditan.
Adalah
kewajiban dari BPR apabila nasabah Debitur meminta rekening Koran atas seluruh
transaksi kredit yang dilakukan
sebagaimana yang telah diatur pada pasal 27
POJK No.1/POJK.07/2013, yang menyatakan :”Pelaku usaha jasa keuangan memberikan laporan kepada konsumen tentang posisi saldo dan mutasi
simpanan, dana, aset, atau kewajiban
konsumen secara akurat, tepat waktu, dan dengan cara atau sarana sesuai
dengan perjanjian dengan Konsumen”. Pelaksanaan ketentuan pasal 27 POJK
No.1/POJK.07/2013 oleh BPR, adalah senada dengan ketentuan pasal 67 POJK Nomor
4/POJK.03/2015 yang menyebutkan :”BPR wajib melaksanakan transparansi
informasi mengenai produk dan/atau layanan dan penggunaan data nasabah BPR
dengan berpedoman pada persyaratan dan tata cara sebagaimana diatur dalam
ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai perlindungan konsumen
sektor jasa keuangan dan ketentuan yang mengatur mengenai transparansi
informasi produk bank dan penggunaan data pribadi nasabah”.
Perihal
pemenuhan BPR kalau ada debitur meminta dokumen perhitungan dasar bunga kredit
masih relevan dengan ketentuan pasal 13 POJK
No.1/POJK.07/2013. Di sana dikatakan :”Pelaku
Usaha Jasa Keuangan wajib menyusun pedoman penetapan biaya atau harga produk
dan/atau layanan jasa keuangan”.
(*Kardi Pakpahan adalah seorang Advokat &
Trainer)