Kolom BPR :
Persiapan BPR Menghadapi Revolusi Industri
4.0
Oleh : Kardi Pakpahan*
Tak
dapat dipungkiri, perubahan-perubahan besar yang ada kerap menimbulkan
guncangan di tengah-tengah masyarakat. Misalnya, dengan ditemukannya mesin uap oleh
James Watt, mengakhiri era Industri Revolusi Indutri 1.0 dan segera memasuki babak baru Revolusi
Industri 2.0, dimana dalam kegiatan produksi tenaga manusia digantikan dengan
mesin-mesin uap dengan proses produksi yang lebih besar.
Saat
ini, sedang berlangsung era Revolusi Industri 4.0, menggantikan era Revolusi
Industri 3.0, yang ditandai dengan
koneksi internet dengan kegiatan usaha
atau pabrik. Koneksi internet itu
didalamya melekat kemampuan menghitung, menganalisa serta media komunikasi yang
dapat merangkai gambar, data dan suara. Hal itu dapat terjadi karena sebagian
besar masyarakat sudah tersambung dengan internet, khusunya melalui smartphone. Dalam satu keluarga misalnya, rata-rata
setiap anggota keluarga sudah menggunakan smartphone.
Beberapa
waktu lalu, moda transportasi taxi konvensional sempat terguncang, karena
sebagian besar penumpang sempat “diakuisisi” oleh taxi online yang telah menerapkan aplikasi yang
sesuai dengan revolusi industri 4.0. Saat ini, beberapa taxi konvensional sudah mulai menerapkan
aplikasi yang sesuai dengan revolusi
industri 4.0 sehingga dapat mempertahan eksistensi usaha, walapun dengan ruang
ekspansi yang semakin terlimitasi.
Pada
industri keuangan saat ini juga sudah semakin masif dilakukan penerapan aplikasi yang seasuai dengan
tuntutan revolusi industri 4.0 seperti melalui usaha Fintech. Misalnya saja,
realisasi penyaluran pinjaman melalui 113 perusahaan Fintech P2P sampai Mei 2019 sudah menempus angka Rp 41,04 Triliun.
Pencapaian usaha tersebut sudah cenderung berada pada zona deret ukur, bukan
pada deret hitung lagi.
Bagaimana
persiapan BPR (Bank Perkreditan Rakyat) menghadapi revolusi indstri 4.0 ?
Supaya usaha BPR tetap eksis, baik saat
ini maupun pada masa datang maka perlu
dilakukan beberapa persiapan, baik menyangkut teknologi maupun SDM.
Dalam melakukan dan menjalankan persiapan menghadapi revolusi
industri 4.0 yang didalamnya mengedepankan karakteristik Disrupsi, yaitu
perubahan yang mendasar atau fundamental, yang berpotensi menimbulkan gangguan
atau kekacauan, maka BPR perlu terlebih dahulu melakukan analisa, baik secara
internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman) untuk
dapat mengwujudkan sebagaian (besar) atau seluruh transaksi keuangan atau
pelayanan tersaji dalam bentuk digital. Transaksi pelayanan nasabah di era
revolusi industri 4.0 yang bercorak
digital merubah secara fundamental transaksi dari hubungan nyata (tatap muka
secara langsung) menjadi relasi maya. Sehingga aktivitas perbankan itu sudah
bercorak ada di setiap tempat dan waktu, dan pada titik tertentu mengurangi
atau meninggalkan fungsi kantor bank.
Bagaimana seandainnya BPR tidak melakukan perubahan, dalam rangka
persiapan menghadapi era revolusi industri 4.0 ? Bagi BPR yang tidak melakukan perubahan maka dapat membuat pertumbuhan BPR stagnan,
penurunan kinerja, dimerger, diakuisisi, divestasi, mengalami “sunset” atau
dilikuidasi. Zona perubahan di era revolusi industri pada umumnya berada pada dua
sisi utama, yaitu : Berubah atau Bubar.
Pola perubahan dalam persiapan menghadapi revolusi
industri 4.0 dapat dilakukan BPR melalui 3 cara. Pertama, belajar cepat. Jika tim SDM BPR rata-rata sudah memiliki
pengetahuan dan kemampuan di bidang digitalisasi maka perlu mempelajari
berbagai pengembangan dan penerapan aplikasi atau teknologi yang andal,
terintegrasi, kontiniu dengan tingkat resiko yang dapat dikendalikan.
Kedua,
benchmark atau mirroring. Pola ini ditempuh dengan cara memilih mengembangkan
dan menerapkan aplikasi atau teknologi dari sebuah institusi atau usaha
keuangan yang telah bagus transaksi digitalnya.
Ketiga,
outsoursing. Pilihan ini dengan menggunakan sumber daya eksternal untuk
membangun aplikasi digital BPR.
Pilihan pola yang tepat disesuaikan dengan hasil
analisa internal dan eksternal yang dilakukan. Misalnya, kalau kondisi internal
sudah kuat dalam digitalisasi, maka dapat memilih pola belajar cepat atau
benchmark/mirroring, tetapi jika kondisi internal lemah, maka lebih tepat
melakukan pola outsoursing.
Adapun pilihan strategi dalam persiapan menghadapi
revolusi industri 4.0 bagi BPR dapat dikelompokkan dalam 4 pilihan. Pertama, memperkuat daya aplikasi yang sudah ada. Strategi ini ditempuh bagi BPR yang sudah
memadai aplikasi digitalnya.
Kedua,
melengkapi dengan aplikasi pendukung lainnya.
Supaya lebih memadai untuk melakukan transaksi dan mengembangkan
berbagai produk BPR, maka terhadap aplikasi digital yang ada dilengkapi dengan
aplikasi pendukung yang sesuai.
Ketiga,
merubah aplikasi digital yang ada ke aplikasi digital baru. Bila aplikasi
digital yang dimiliki tidak memiliki
jangkauan yang memadai untuk digunakan
menghadapi perubahan, maka pilihan berpindah menggunakan aplikasi yang lain,
yang lebih andal, terintegrasi dan kontiniu dengan pengendalian resiko yang
lebih akurat dapat dilakukan.
Keempat,
merubah secara keseluruhan aplikasi digital dan SDM atau tim kerja yang
terkait. Pilihan ini biasanya untuk tujuan jangka panjang serta memastikan
peningkatan kinerja dan going concern usaha.
Sumber daya dana atau modal dalam persiapan BPR
menghadapi revolusi industri 4.0 sangat penting dan strategis. Modal itu bagaikan
kaki meja yang keempat. Oleh karena itu, peningkatkan modal BPR perlu juga dialokasikan
untuk mengembangan dan penerapan teknologi digital.
Disamping
persiapan dibidang teknologi aplikasi digital, maka hal-hal lainnya
perlu dipersiapkan adalah dibidang SDM, pemasaran, budaya organisasi. Dibidang
SDM misalnya, di era revolusi industri 4.0 berbagai fungsi unit kerja akan
digantikan aplikasi digital. Menghadapi hal ini tingkat kompetensi SDM BPR yang
ada ditingkatkan melalui berbagai pilihan pembelajaran.
Di bidang pemasaran atau promosi misalnya sudah mulai
beralih ke media digital, yang perlu didukung dengan produk BPR yang variatif.
Mensolisit calon nasabah tidak hanya terbatas ke pasar atau lapangan lagi,
tetapi sudah dapat ke media digital, seperti di bukalapak, tokopedia, lazada,
Go Jek, Blibli, dan lain-lain.
Perubahan di sisi budaya organisasi misalnya harus
dapat membuat dan membangun budaya organisasi atau corporate culture BPR yang adaptif untuk meningkatkan kinerja dan
daya saing. Di era digital, sebagai bagian dari revolusi industri 4.0 berbagai
hal akan lebih cepat melakukan perubahan. Jadi, tingkat adaptasi SDM musti
tinggi.
(*Kardi Pakpahan adalah Alumnus
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Trainer & Advokat; WA : 0813-2895-0019, IG : kardi_pakpahan )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar