Catatan
BDL :
Perihal Kreditur Preferen pada Bank
Dalam Likuidasi
Oleh : Kardi Pakpahan*
Proses likuidasi Bank atau disebut
juga Bank Dalam Likuidasi (BDL) berdasarkan pasal 53 UU No.24/2004 dilakukan
dengan cara : a) pencairan aset dan/atau penagihan piutang kepada para Debitur
diikuti dengan pembayaran kewajiban bank
kepada para kreditur dari hasil pencairan dan/atau penagihan tersebut, atau ;
b) pengalihan aset dan kewajiban bank kepada pihak lain berdasarkan persetujuan
LPS.
Bagaimana
pengaturan kedudukan Kreditur Preferen atau kreditur yang didahulukan pada Bank Dalam Likuidasi (BDL). Untuk itu
marilah kita lihat ketentuan pasal 54 ayat 1 UU No.24/2004. Disana dikatakan
:”Pembayaran kewajiban bank kepada para kreditur dari hasil pencairan dan/atau
penagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dilakukan dengan urutan sebagai
berikut : a. penggantian atas talangan pembayaran gaji pegawai yang terutang;
b) penggantian atas pembayaran talangan pesangon pegawai (yang menurut UU
No.13/2003 ataupun PSAK Imbal Kerja atau PSAK 24, mencakup pesangon, uang
penghargaan maupun penggantian hak); c. biaya perkara di pengadilan, biaya
lelang yang terutang dan biaya operasional kantor; d. biaya penyelamatan yang
dikeluarkan oleh LPS dan/atau pembayaran atas klaim Penjaminan yang harus
dibayarkan oleh LPS; e. pajak yang terutang (meliputi pajak bank dan pajak yang
dipungut oleh bank selaku pemotong atau pemungut pajak); f. bagian Simpanan
dari Nasabah penyimpan yang tidak dibayarkan penjaminnya dan Simpanan dari
Nasabah penyimpan yang tidak dijamin; dan g. hak dari Kreditur lainnya”.
Sebagaimana diketahui ketentuan
kreditur preferen diatur pada pasal 1133 KUHPerdata, yang menyatakan :”Hak untuk didahulukan diantara para Kreditur
bersumber pada hak istimewa, pada gadai dan pada hipotik (hak tanggungan)”.
Bagaimana kedudukan kreditur yang
memiliki hak istimewa di satu sisi dan Kreditur yang memiliki jaminan berupa
gadai dan Hipotik atau hak tanggungan di sisi lain ?
Hubungannya diatur pada pasal 1134
KUHPerdata. Disitu disebutkan :”Hak
istimewa adalah hak yang diberikan oleh Undang-undang kepada seorang kreditur
yang menyebabkan ia berkedudukan lebih tinggi daripada yang lainnya,
semata-semata berdasarkan sifat piutang itu. Gadai dan hipotik lebih tinggi
daripada hak istimewa, kecuali dalam hal Undang-undang dengan menentukan
kebalikannya”.
Jika dikaitkan dengan pasal 55 UU
No.37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, sesuai
dengan pasal 54 ayat 1 UU No.24/2004, pada Bank dalam Likuidasi, tidak dikenal
dengan kedudukan kreditur separatis.
Kalau begitu, dimana posisi kreditur
pemegang jaminan gadai, hipotik atau hak tanggungan pada Bank dalam likuidasi ?
Seperti yang telah disebutkan pada pasal 1134 KUHPerdata, Kreditur pemegang
gadai dan hipotik/hak tanggungan tidak selalu lebih tinggi dari Kreditur
pemilik hak Istimewa. Bila mendapat pengaturan dalam Undang-undang, Kreditur
dengan hak istimewa dapat memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari Kreditur
pemegang Gadai, Hipotik atau Hak Tanggungan.
Mengacu pada pasal 54 ayat 1 UU
No.24/2004, Kreditur yang akan menerima : a. penggantian atas
talangan pembayaran gaji pegawai yang terutang; b. penggantian atas pembayaran
talangan pesangon pegawi; c. biaya perkara di pengadilan, biaya lelang yang
terutang dan biaya operasional kantor; d. biaya penyelamatan yang dikeluarkan
oleh LPS dan/atau pembayaran atas klaim Penjaminan yang harus dibayarkan oleh
LPS; e. pajak yang terutang; f. bagian Simpanan dari Nasabah penyimpan yang
tidak dibayarkan penjaminnya dan Simpanan dari Nasabah penyimpan yang tidak
dijamin, merupakan Kreditur yang diberikan hak istimewa menurut UU No.24/2004,
berdasarkan urutan dengan skala prioritas dari huruf a sampai ke huruf f.
Sedangkan posisi Kreditur pemegang jaminan gadai, hipotik/hak tanggungan berada
pada posisi Kreditur Lainnya (Vide : pasal 54 ayat 1 huruf g UU No.24/2004). Kalau kebetulan pada posisi Kreditur lainnya
ada juga kreditur-kreditur Konkruen, seperti tagihan komisi broker atau agen,
dan lain-lain, maka Kreditur pemegang jaminan gadai, hipotik atau hak
tanggungan tentunya tetap memiliki hak preferen pada pos Kreditur lainnya.
Sebagai contoh, BPR A (Bank dalam
Likuidasi/DL), ketika dicabut izin usahanya masih memiliki pinjaman di Bank X
(Bank Umum) dalam rangka linkage program,
sebesar Rp 500.000.000,- , dengan jaminan deposito BPR A di Bank X sebesar Rp
500.000.000,- , yang diikat dengan gadai yang dilengkapi dengan surat kuasa
pencairan. Dalam kondisi seluruh Kreditur yang memiliki hak istimewa pada BPR A
(DL) belum mendapatkan hak-haknya dari BPR A, Bank X dengan surat kuasa yang
dimiliki mencairkan Deposito BPR A (DL) untuk penyelesaian hutang di Bank X.
Tindakan Bank X tersebut sebetulnya dapat diajukan upaya pembatalan karena
merupakan sebuah tindakan yang termasuk dalam kategori perbuatan melawan hukum
(Onrechmatige Daad), yang upaya
hukumnya dapat ditempuh oleh pihak-pihak yang dirugikan, seperti oleh Tim
Likuidasi BPR A (DL) atau (Para) Kreditur yang memiliki hak Instimewa.
(*adalah Advokat
& Pengamat di bidang Keuangan, Alumnus Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, IG = kardi_pakpahan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar