Keterkaitan KAP dan KAI
Oleh : Kardi Jfi*
Apakah
Kualitas Aktiva Produktif (KAP) dan Kualitas Aktiva Intelektual (KAI)
memiliki titik taut pada perusahaan umumnya, dan pada perusahaan institusi
keuangan khususnya ? Kalau dicermati berbagai refrensi tampaknya demikian. Pada
umumnya beberapa refrensi yang ada sampai pada sebuah kesimpulan, bahwa untuk
kelangsungan usaha secara berkesinambungan dengan kinerja yang relatif tinggi
perlu didukung dengan pengembangan pada aspek KAI. Dengan demikian, secara umum
kalau dipetakan dalam sebuah sumbu koordinat (absis dan ordinat), maka hubungan
KAP dan KAI adalah berbanding lurus
dengan KAP. Lazimnya kalau KAI sumber daya manusia (SDM) institusi keuangan,
seperti BPR, relatif baik, maka output-nya
menghasilkan KAP-nya yang berkualitas dan sehat.
KAP menjadi artikulasi pada tulisan ini dilatarbelakangi
oleh peranan KAP itu sendiri. Dapat dikatakan, pada umumnya neraca sebuah
perusahaan keuangan 80% asetnya atau
hartanya terdiri dari Aktiva Produktif atau Pinjaman yang Diberikan (PyD) atau
Kredit. Dan,
pendapatan perusahaan di bidang keuangan/bank 80% biasanya berasal dari aktiva
produktif. Dengan demikian, maka Kualitas Aktiva Produktif atau KAP perlu
secara kontiniu dan konsisten dijaga dan ditingkatkan.
Salah satu parameter utama yang digunakan dalam mengukur Tingkat Kesehatan
Bank atau perusahaan pembiayaan saat ini adalah KAP. Ini semakin
mengindikasikan bahwa memang KAP memiliki peranan yang vital. Tak dapat disangkal, banyak cara untuk
meningkatkan KAP itu, seperti Pembuatan dan pelaksanaan Kebijakan Kredit,
Analisa Kredit, Komite Kredit, Pengikatan Kredit, Administrasi Kredit,
Monitoring Kredit, Penerapan manajemen resiko kredit maupun Tim Recovery Credit atau Collection yang
tangguh. Tetapi yang tak kalah penting sesunggugnya adalah pada aspek Man
behind the Gun atau Man behind the
system, yaitu variabel KAI SDM atau
karyawaan BPR. Mengingat hal tersebut,
ungkapan yang menyatakan bahwa SDM adalah aset utama perusahaan memiliki
nilai kebenaran.
Untuk menjaga dan meningkatkan KAP, maka logisnya KAI SDM
atau karyawaan haruslah ditingkatkan.
Masalah yang dihadapi bank akan berkembang. Cara atau resep yang
dilakukan dua tahun yang lalu dalam menangani masalah manajemen perkreditan,
tentu tidak dapat sepenuhnya lagi digunakan ”memperkosa” masalah perkreditan saat ini. Kalaupun dipaksakan, maka
KAP akan cenderung menurun. Oleh karena itu, perlu program dan pelaksanaan atau
dapat dikatakan habit untuk
mengembangkan KAI SDM perusahaan keuangan.
Banyak referensi yang dapat untuk mendukung hal tersebut,
seperti Stephen R. Covey dalam
bukunya 7 Habits of Highly Effective People, memaparkan bahwa habit
yang ketujuh yang perlu dilakukan supaya efektif menangani masalah adalah
mengasah gergaji, termasuk tentunya meningkatkan KAI dari SDM atau teamwork. William Cohen dalam bukunya yang berjudul the Art of Strategic, menyampaikan supaya karyawaan misalnya mau dan mampu tampil sebagai pemenang maka harus didukung dengan faktor fisik,
mental dan moral. Cohen menyatakan
ketiga hal tersebut harus seimbang dan selaras. Mental atau intelektual
seseorang supaya dapat tampil sebagai pemenang, harus didukung faktor fisik dan
moral atau nilai-nilai yang diakui. Oleh karena itu, maka
kegiatan up grade
intelektualitas karyawaan melalui proses belajar, seperti melalui Training, perlu dilaksanakan secara
kontiniu dan konsisten supaya karyawaan dapat membawa banknya untuk tampil
sebagai pemenang.
Dengan KAI SDM yang baik, maka pada akhirnya dapat
menjadikan kompetensi SDM relatif tinggi, yang dapat menjadikan KAP perusahaan prima
secara berkesinambungan, yang tentunya seluruh stage holder perusahaan dapat memperoleh manfaatnya. Kompetensi SDM yang dimaksukan
meliputi inter personal skills, intra personal skills, maupun analytical skills. Dengan demikian, KAI
SDM perusahaan tidak hanya memahami apa yang dikerjakan dan mengapa harus
dikerjakan, tetapi memiliki kompetensi
bagaimana melakukan serta
memiliki keinginan yang tinggi melalui
segenap kemampuan untuk melakukan aksi-aksi yang menjadi peranannya.
Dalam rangka peningkatan KAI SDM di perusahaan, dapat
dilakukan melalui pendidikan dan latihan, baik secara formal maupun secara
mandiri dan informal. Upaya-upaya peningkatan KAI secara informal misalnya
membaca buku-buku atau media massa, mendengar radio, akses internet, diskusi
dengan rekan kerja.
Dalam rangka keberhasilan pelaksanaan pelatihan, baik
yang dilakukan lembaga pelatihan maupun dengan cara in-house training, untuk meningkatkan KAI SDM BPR, maka ada beberapa yang perlu diperhatikan. Diantarannya,
pertama, metode pelatihan. Potret SDM
yang ikut dalam pelatihan pada umumnya diklasifikasikan menjadi 3 bagian, yaitu
1) lebih cepat belajar kalau melihat apa yang dilatihkan; 2) lebih cepat belajarr
melalui mendengar; 3) lebih menyenangi kalau peserta sekaligus melakukan. Untuk
itu, metode pelatihan harus disesuiakan dengan ketiga kondisi tersebut.
Kedua, menentukan
kebutuhan dan tujuan. Supaya sebuah pelatihan berpengaruh positip, maka sudah
sebaiknya terlebih dahulu dirumuskan
tujuan dan kebutuhan pelatihan.
Ketiga, menyusun program pelatihan. Berdasarkan tujuan dan
kebutuhan pelatihan, maka kegiatan selanjutnya yang perlu dilakukan adalah menentukan
program dan SDM yang diikutsertakan dalam pelatihan.
Keempat, melaksanakan
evaluasi pelatihan. Beberapa alasan yang mendasari mengapa program pelatihan harus dievaluasi
adalah: 1) memastikan bahwa pelatihan benar-benar merupakan sarana yang pas
dalam usaha untuk memperbaiki kinerja dan produktivitas perusahaan; 2)
memastikan bahwa biaya yang digunakan benar-benar dapat memberi manfaat; 3) untuk penyempurnaan pelaksanaan program
pelatihan untuk masa selanjutnya; 4) sebagai bahan dalam memilih metode-metode pelatihan yang
paling tepat untuk pelaksanaan pelatihan berikutnya. Senada dengan pelaksanaan
evaluasi pelatihan ini, maka sudah sebaiknya ROI (Return of Investment) terhadap sebuah pelatihan sudah mulai diukur
perusahaan. Kalau ROI pelatihan yang dilakukan misalnya kecil, maka ada baiknya
pelaksaan pelatihan disempurnakan atau diganti dengan program pelatihan yang
lebih pas.
Muara dari proses pelatihan, baik yang dilakukan secara
formal maupun informal adalah lahirnya budaya belajar bagi setiap SDM
perusahaan. Kondisi yang demikian, akan mendukung semakin meningkatkatnya KAI
SDM, yang pada akhirnya dapat meningkatkan KAP. Bila hal seperti itu berjalan
secara berkesinambungan, maka NPL (Non
Perform Loan) di Perusahaan
Keuangan/Bank akan semakin kecil atau kualitas kredit/aktiva produktif akan
semakin baik.
{*Penulis adalah Training Leader di JFI (Jakarta Financial Institute), email = jfipusat@gmail.com, Hp. 081318967743}
Tidak ada komentar:
Posting Komentar