Modal Finansial dan Modal Intelektual
Oleh : Kardi Jfi*
Sebagaimana yang
diatur dalam pasal 4 jo pasal 69 Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.
8/26/PBI/2006 telah ditentunkan besaran dan jangka waktu pemenuhan Modal
Disetor (paid up capital) bagi BPR. Saat ini ketentuan itu telah dipenuhi oleh
BPR di seluruh nusantara, baik ada di wilayah Propinsi, Kotamadya, maupun di
wilayah Kabupaten.
Modal
yang dimaksudkan di atas adalah bagian dari modal finansial. Supaya modal
finansial memiliki nilai tambah serta bertambah nilainnya, maka perlu ditopang
dengan Modal Intelektual. Modal Intelektual ini dapat mengalami peningkatan
melalui proses belajar, seperti belajar cepat, belajar bijak, dan cerdas. Pada
umumnya, institusi BPR yang terlalu fokus meningkatkan modal finansial, tanpa
dibarengi dengan peningkatan modal intelektual, dalam hitungan waktu yang
relatif tidak terlalu lama, akan kehilangan modal finansial. Mengingat hal
tersebut, sampai ada sebuah perusahaan besar menjadikan kata-kata :”belajar
atau mati” sebagai unsur esensial dalam budaya perusahaannya.
BPR sebagai lembaga finansial yang telah semakin diakui eksistensinya diantara lembaga finansial lainnya haruslah menjadikan budaya belajar di semua lini organisasi sebagai unsur vital dari budaya organisasi. Lazimnya semakin berumur SDM atau semakin tinggi jabatan seseorang membutuhkan proses belajar yang semakin tinggi. Ada orang bijak yang menyatakan, ketika seseorang telah semakin berumur atau sudah berada pada posisi puncak organisasi, tetapi dihinggapi dengan keengganan belajar, memiliki makna yang sama dengan bunuh diri secara pelan-pelan.
Kenapa belajar itu penting ¿ Karena perubahan terjadi setiap saat. Ada sebuah pepatah dari negeri Tirai Bambu yang menyatakan :”Tidak mungkin kita melewati air sungai yang sama sebanyak dua kali”. Ini berarti hari ini, bukan kelanjutan dari hari kemarin. Oleh karena itu, setiap orang perlu berubah. Untuk berubah perlu belajar, supaya mampu mendorong perubahan ke arah yang lebih baik. Dan supaya bisa melalui perubahan dengan budaya belajar maka pikiran perlu senantiasa terbuka.
Keberhasilan rangkaian proses belajar akan mampu meningkatkan modal intelektual BPR. Modal intelektual yang tinggi dan merata pada semua lini organisasi BPR pada akhirnya mampu meningkatkan rantai nilai bagi BPR, yang ditandai semakin meningkatkan rasio-rasio keuangan penting, seperti ROA, ROE maupun ROI BPR, yang karenannya dapat juga memberikan landasan yang kokoh untuk masa depan atau going concern BPR dan bisa meningkatkan manfaat yang semakin signifikan bagi setiap stake holder BPR.
Apa saja sesungguhnya unsur Modal Intelektual bagi BPR. Untuk itu marilah kita pahami unsur Modal Intektual, sebagaimana yang dikemukakan oleh Thomas Stewart (1997, 2001), yaitu 1) human capital, seperti ketrampilan dan etos kerja; 2) structur capital, seperti, data base, proses, jaringan, paten; 3) Customer Capital, seperti hubungan baik dengan konsumen/nasabah, hubungan baik dengan pemasok/mitra dan penunjang lainnya. Ketrampilan misalnya, diawali dengan pengetahuan ( apa yang harus dipahami dan mengapa harus diketahui). Karena ketrampilan sendiri adalah bagaimana melakukan sebuah proses pekerjaan.
BPR sebagai lembaga finansial yang telah semakin diakui eksistensinya diantara lembaga finansial lainnya haruslah menjadikan budaya belajar di semua lini organisasi sebagai unsur vital dari budaya organisasi. Lazimnya semakin berumur SDM atau semakin tinggi jabatan seseorang membutuhkan proses belajar yang semakin tinggi. Ada orang bijak yang menyatakan, ketika seseorang telah semakin berumur atau sudah berada pada posisi puncak organisasi, tetapi dihinggapi dengan keengganan belajar, memiliki makna yang sama dengan bunuh diri secara pelan-pelan.
Kenapa belajar itu penting ¿ Karena perubahan terjadi setiap saat. Ada sebuah pepatah dari negeri Tirai Bambu yang menyatakan :”Tidak mungkin kita melewati air sungai yang sama sebanyak dua kali”. Ini berarti hari ini, bukan kelanjutan dari hari kemarin. Oleh karena itu, setiap orang perlu berubah. Untuk berubah perlu belajar, supaya mampu mendorong perubahan ke arah yang lebih baik. Dan supaya bisa melalui perubahan dengan budaya belajar maka pikiran perlu senantiasa terbuka.
Keberhasilan rangkaian proses belajar akan mampu meningkatkan modal intelektual BPR. Modal intelektual yang tinggi dan merata pada semua lini organisasi BPR pada akhirnya mampu meningkatkan rantai nilai bagi BPR, yang ditandai semakin meningkatkan rasio-rasio keuangan penting, seperti ROA, ROE maupun ROI BPR, yang karenannya dapat juga memberikan landasan yang kokoh untuk masa depan atau going concern BPR dan bisa meningkatkan manfaat yang semakin signifikan bagi setiap stake holder BPR.
Apa saja sesungguhnya unsur Modal Intelektual bagi BPR. Untuk itu marilah kita pahami unsur Modal Intektual, sebagaimana yang dikemukakan oleh Thomas Stewart (1997, 2001), yaitu 1) human capital, seperti ketrampilan dan etos kerja; 2) structur capital, seperti, data base, proses, jaringan, paten; 3) Customer Capital, seperti hubungan baik dengan konsumen/nasabah, hubungan baik dengan pemasok/mitra dan penunjang lainnya. Ketrampilan misalnya, diawali dengan pengetahuan ( apa yang harus dipahami dan mengapa harus diketahui). Karena ketrampilan sendiri adalah bagaimana melakukan sebuah proses pekerjaan.
( *Penulis adalah Training Leader pada JFI atau Jakarta
Financial Institute, dengan Email = jfipusat@gmail.com )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar