Memperkuat Infrastruktur, Meningkatkan
Penjualan
Oleh : Kardi Jfi*
Pemasaran
dalam konteks bauran pemasaran atau marketing mix memiliki 4 unsur, yaitu
product, price, promotion, dan place. Manakala 4 unsur tersebut berfungsi
secara efektif, maka dapat berpengaruh positif pada peningkatan penjualan
produk.
Apa sesungguhnya
jalan atau infrastruktur bagi nasabah/Calon Nasabah sehingga memiliki akses
menggunakan produk BPR ? Dalam penjualan, unsur promotion dan place lah yang
merupakan infrastruktur atau jalan bagi nasabah atau calon nasabah untuk dapat
menggunakan produk BPR. Jadi, karakteristik unsur product dan price sifatnya
statis. Sebagus apa pun product dan price pada BPR, tanpa berfungsinya
promotion dan place, maka target penjualan biasanya sulit tercapai. Dengan
demikian, karakteristik promotion dan place itu adalah dinamis.
Unsur Place atau Saluran Penjualan yang dimiliki BPR besar saat ini, seperti yang dimiliki BPR Surya Yudha, maupun BPR KS, terutama dalam konteks saluran penjualan melalui jaringan kantor (Kantor Cabang, Kantor Kas, dan Kegiatan Kas di Luar Kantor), membuat mereka dalam 3 tahun terakhir selalu naik kelas. Malahan, dengan infrastruktur yang dimiliki BPR KS, sudah memberikan pelayanannya 24 jam satu hari dan 7 hari dalam seminggu.
Beberapa BPR sebelumnya yang termasuk dalam besaran aset 10 besar nasional, cenderung turun kelas dan ada yang bubar, yang kebetulan tidak memiliki jaringan kantor yang memadai.
Berangkat dari hal tersebut, maka khususnya dalam peningkatkan penjualan produk BPR, baik di sisi landing, funding maupun fee base income, maka tampaknya masih diperlukan upaya untuk memperkuat infrastruktur atau jaringan kantor atau place, karena hal tersebut dapat membuka peluang peningkatan penjualan produk BPR.
Sesuai dengan ketentuan yang terkait, seperti PBI No.26/PBI/2006, jaringan kantor BPR dibagi 4, yaitu Kantor Pusat, Kantor Cabang, Kantor Kas dan Kegiatan Kas di Luar Kantor. Tentu, dalam rangka memperkuat saluran penjualan, maka perlu diperlukan beberapa upaya pendukung. Diantaranya, pertama, profil pelayanan perizinan. Untuk mengkondisikan iklim yang kondusif dalam rangka pembukaan jaringan kantor BPR diperlukan profil perizinan yang sederhana dan sistematis dari instansi yang terkait.
Kedua, penyempurnaan ketentuan. Dalam rangka pembukaan jaringan Kantor Cabang sudah sebaiknya, dipersingkat durasi pembukaan satu kantor Cabang dan Kantor Cabang berikutnya jika diperlukan BPR dengan ketentuan memenuhi persyaratan. Misalnya, jarak waktu pembukaan kantor cabang dengan cabang baru, tidak perlu memakan waktu sampai 3 bulan, karena pada Bank Umum, misalnya tidak ada ketentuan seperti itu.
Ketiga, kegiatan kas di luar kantor, seperti payment point. Pada pasal 41 ayat (1) PBI No. 26/PBI/2006, ditentukan payment point hanya dapat dilakukan dalam wilayah kabupaten atau kota yang sama dengan kantor induknya. Menurut pengamatan penulis, sudah ada BPR yang menyelenggarakan payment point di luar cakupan wilayah, seperti diatur pada pasal 41 ayat (1) PBI No.26/PBI/2006. Tentu, hal tersebut perlu diakomodir, dan kalau memungkinkan diikuti dengan penyempurnaan pengaturannya.
Keempat, perluasan cakupan segmentasi pembukaan kantor cabang BPR. Saat ini, berdasarkan ketentuan yang ada, wilayah DKI Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, Karawang, sudah satu segmentasi geografis dalam perizinan pembukaan kantor cabang BPR. Karena dukungan perkembangan teknologi informasi dan transportasi maka cakupan perizinan pembukaan kantor cabang BPR perlu diperluas, misalya se-wilayah pulau Jawa dan Madura, dan lain-lain. Jika hal tersebut dapat dikondisikan, maka bisa berpengaruh pada percepatan konsolidasi industri BPR secara regional maupun nasional.
Mengingat perluasan jaringan kantor BPR merupakan infrastruktur yang penting dalam kerangka peningkatkan penjualan BPR, yang pada akhirnya mendukung peningkatkan volume usaha dan efisiensi usaha BPR, sudah sebaiknya BPR yang mampu aktif mengembangkan jaringan kantornya, dengan dukungan dari SDM, teknologi, pengawasan dan permodalan yang memadai. Dengan cara demikian BPR nasional, tidak cenderung bertumbuh dalam deret hitung tetapi akan cenderung bertumbuh dan berkembang dalam deret ukut.
Unsur Place atau Saluran Penjualan yang dimiliki BPR besar saat ini, seperti yang dimiliki BPR Surya Yudha, maupun BPR KS, terutama dalam konteks saluran penjualan melalui jaringan kantor (Kantor Cabang, Kantor Kas, dan Kegiatan Kas di Luar Kantor), membuat mereka dalam 3 tahun terakhir selalu naik kelas. Malahan, dengan infrastruktur yang dimiliki BPR KS, sudah memberikan pelayanannya 24 jam satu hari dan 7 hari dalam seminggu.
Beberapa BPR sebelumnya yang termasuk dalam besaran aset 10 besar nasional, cenderung turun kelas dan ada yang bubar, yang kebetulan tidak memiliki jaringan kantor yang memadai.
Berangkat dari hal tersebut, maka khususnya dalam peningkatkan penjualan produk BPR, baik di sisi landing, funding maupun fee base income, maka tampaknya masih diperlukan upaya untuk memperkuat infrastruktur atau jaringan kantor atau place, karena hal tersebut dapat membuka peluang peningkatan penjualan produk BPR.
Sesuai dengan ketentuan yang terkait, seperti PBI No.26/PBI/2006, jaringan kantor BPR dibagi 4, yaitu Kantor Pusat, Kantor Cabang, Kantor Kas dan Kegiatan Kas di Luar Kantor. Tentu, dalam rangka memperkuat saluran penjualan, maka perlu diperlukan beberapa upaya pendukung. Diantaranya, pertama, profil pelayanan perizinan. Untuk mengkondisikan iklim yang kondusif dalam rangka pembukaan jaringan kantor BPR diperlukan profil perizinan yang sederhana dan sistematis dari instansi yang terkait.
Kedua, penyempurnaan ketentuan. Dalam rangka pembukaan jaringan Kantor Cabang sudah sebaiknya, dipersingkat durasi pembukaan satu kantor Cabang dan Kantor Cabang berikutnya jika diperlukan BPR dengan ketentuan memenuhi persyaratan. Misalnya, jarak waktu pembukaan kantor cabang dengan cabang baru, tidak perlu memakan waktu sampai 3 bulan, karena pada Bank Umum, misalnya tidak ada ketentuan seperti itu.
Ketiga, kegiatan kas di luar kantor, seperti payment point. Pada pasal 41 ayat (1) PBI No. 26/PBI/2006, ditentukan payment point hanya dapat dilakukan dalam wilayah kabupaten atau kota yang sama dengan kantor induknya. Menurut pengamatan penulis, sudah ada BPR yang menyelenggarakan payment point di luar cakupan wilayah, seperti diatur pada pasal 41 ayat (1) PBI No.26/PBI/2006. Tentu, hal tersebut perlu diakomodir, dan kalau memungkinkan diikuti dengan penyempurnaan pengaturannya.
Keempat, perluasan cakupan segmentasi pembukaan kantor cabang BPR. Saat ini, berdasarkan ketentuan yang ada, wilayah DKI Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, Karawang, sudah satu segmentasi geografis dalam perizinan pembukaan kantor cabang BPR. Karena dukungan perkembangan teknologi informasi dan transportasi maka cakupan perizinan pembukaan kantor cabang BPR perlu diperluas, misalya se-wilayah pulau Jawa dan Madura, dan lain-lain. Jika hal tersebut dapat dikondisikan, maka bisa berpengaruh pada percepatan konsolidasi industri BPR secara regional maupun nasional.
Mengingat perluasan jaringan kantor BPR merupakan infrastruktur yang penting dalam kerangka peningkatkan penjualan BPR, yang pada akhirnya mendukung peningkatkan volume usaha dan efisiensi usaha BPR, sudah sebaiknya BPR yang mampu aktif mengembangkan jaringan kantornya, dengan dukungan dari SDM, teknologi, pengawasan dan permodalan yang memadai. Dengan cara demikian BPR nasional, tidak cenderung bertumbuh dalam deret hitung tetapi akan cenderung bertumbuh dan berkembang dalam deret ukut.
Disamping,
saluran penjualan (place), yang menjadi infrastruktur dalam pemasaran adalah
promotion. Apa saja ruang lingkup promosi yang dapat mendukung infrastruktur
pemasaran efektif, yang pada akhirnya dapat meningkatkan penjualan ? Pertama,
periklanan atau advertising, yaitu segala bentuk penyajian dan promosi bukan
pribadi mengenai gagasan, produk/barang, atau jasa. Tentu supaya efektif media
iklan yang digunakan harus diukur atau dievaluasi. Dikatakan demikian, karena
media-media iklan memiliki keunggulan dan kelemahan. Misalnya, keunggulan media
periklanan lewat koran adalah tepat waktu, peliputan segmentasi bagus (saat ini
sudah ada beberapa koran lokal), diterima secara luas, relative dapat
dipercaya; sedangkan kelemahannya adalah memiki durasi umur yang pendek,
sedikit pembaca selain pelanggan/pembelinya. Saat ini sebagian besar BPR
misalnya masih mempergunakan brosur, spanduk mendukung media periklanannya.
Disamping itu sudah ada beberapa BPR yang beriklan di TV Lokal, Koran, Majalah,
dan lain-lain.
Kedua, promosi penjualan atau sales promotion, yaitu insentif jangka pendek untuk mendukung terjadinya pembelian atau peningkatan jumlah nasabah, baik disisi bunga, provisi/administrasi atau insentif lainnya. Kegiatan ini ditempuh khususnya dalam mendukung peningkatan jumlah nasabah baru.
Ketiga, penjualan pribadi atau personal selling, penjualan produk/jasa perusahaan atau BPR, dengan tujuan menjual atau meningkatkan penjualan dan membina hubungan baik dengan nasabah.
Keempat, hubungan masyarakat (public relation), yaitu kegiatan membina hubungan dengan berbagai kelompok masyarakat yang terkait dengan segmentasi perusahaan/BPR melalui publisitas yang mendukung peningkatan image perusahaan, menangani berita yang kurang relevan tentang perusahaan.
Kedua, promosi penjualan atau sales promotion, yaitu insentif jangka pendek untuk mendukung terjadinya pembelian atau peningkatan jumlah nasabah, baik disisi bunga, provisi/administrasi atau insentif lainnya. Kegiatan ini ditempuh khususnya dalam mendukung peningkatan jumlah nasabah baru.
Ketiga, penjualan pribadi atau personal selling, penjualan produk/jasa perusahaan atau BPR, dengan tujuan menjual atau meningkatkan penjualan dan membina hubungan baik dengan nasabah.
Keempat, hubungan masyarakat (public relation), yaitu kegiatan membina hubungan dengan berbagai kelompok masyarakat yang terkait dengan segmentasi perusahaan/BPR melalui publisitas yang mendukung peningkatan image perusahaan, menangani berita yang kurang relevan tentang perusahaan.
Berdasarkan
pengamatan penulis dari tahun 2001 yang lalu sampai saat ini, produk kredit 1
jam cair dari PT BPR Supra Arta Persada, Cisaat, Sukabumi, merupakan salah satu
produk BPR, yang memiliki brand equity yang relatif tinggi. Ketika
mendiskusikannya di sela-sela instirahat pelatihan :”Strategi Pemasaran BPR” di
hotel Bumikarsa Jakarta beberapa waktu yang lalu, menurut Fitri Verawati,
Pimpinan Cabang PT BPR Supra Artha Persada Cicurug, khususnya yang terkait
dengan strategi promosi kredit satu jam cair tersebut, simpul pentingnya adalah
adanya konsisten menjalankan program promosi, baik secara above the line maupun
below the line, melalui penetapan anggaran yang tepat.
Betul, supaya lebih efektif, tentu promosi harus dibarengi dengan anggaran yang memadai, yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan perencanaan yang tepat. Bagaimana menetapkan anggaran promosi tersebut ? Philip Kotler (1996), menyatakan ada 4 metode penetapan anggaran promosi.
Pertama, metode sesuai kemampuan. Menetapkan anggaran promosi pada tingkat yang oleh manajemen diperkirakan dapat ditanggung oleh perusahaan. Pada metode ini kerap kegiatan promosi dianggap sesuatu yang bukan vital.
Kedua, Metode persentase penjualan. Menetapkan anggaran promosi pada persentase tertentu dari penjualan saat ini atau yang diperkirakan atau dalam persentase harga penjualan. Metode ini dalam implementasinya, lebih cenderung menciptakan kestabilan bersaing, karena perusahaan yang bersaing lazimnya mempunyai persentase pengeluaran yang sama untuk promosi penjualan. Ketiga, metode mengimpangi pesaing. Metode ini menetapkan anggaran promosi untuk mengimbangi apa yang dilakukan oleh pesaing.
Keempat, metode sasaran dan tugas. Mengembangkan anggaran promosi dengan (1) menetapkan sasaran spesifik; (2) menetapkan tugas yang dilakukan untuk mencapai sasaran ; (3) memperkirakan biaya untuk melaksanakan tugas-tugas mencapai sasaran. Jumlah biaya itu diusulkan atau dibuat menjadi anggaran promosi.
Dengan anggarakan promosi yang pas untuk menggerakkan kegiatan promosi, pada akhirnya dapat memperkuat infrastruktur masuknya atau lancarnya nasabah atau customer menggunakan produk, yang pada akhirnya mendukung peningkatan penjualan
Betul, supaya lebih efektif, tentu promosi harus dibarengi dengan anggaran yang memadai, yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan perencanaan yang tepat. Bagaimana menetapkan anggaran promosi tersebut ? Philip Kotler (1996), menyatakan ada 4 metode penetapan anggaran promosi.
Pertama, metode sesuai kemampuan. Menetapkan anggaran promosi pada tingkat yang oleh manajemen diperkirakan dapat ditanggung oleh perusahaan. Pada metode ini kerap kegiatan promosi dianggap sesuatu yang bukan vital.
Kedua, Metode persentase penjualan. Menetapkan anggaran promosi pada persentase tertentu dari penjualan saat ini atau yang diperkirakan atau dalam persentase harga penjualan. Metode ini dalam implementasinya, lebih cenderung menciptakan kestabilan bersaing, karena perusahaan yang bersaing lazimnya mempunyai persentase pengeluaran yang sama untuk promosi penjualan. Ketiga, metode mengimpangi pesaing. Metode ini menetapkan anggaran promosi untuk mengimbangi apa yang dilakukan oleh pesaing.
Keempat, metode sasaran dan tugas. Mengembangkan anggaran promosi dengan (1) menetapkan sasaran spesifik; (2) menetapkan tugas yang dilakukan untuk mencapai sasaran ; (3) memperkirakan biaya untuk melaksanakan tugas-tugas mencapai sasaran. Jumlah biaya itu diusulkan atau dibuat menjadi anggaran promosi.
Dengan anggarakan promosi yang pas untuk menggerakkan kegiatan promosi, pada akhirnya dapat memperkuat infrastruktur masuknya atau lancarnya nasabah atau customer menggunakan produk, yang pada akhirnya mendukung peningkatan penjualan
(*Penulis
adalah Training Leader pada JFI )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar