Senin, 29 Juli 2019

Merdeka untuk Menjadi Unggul

Kolom Keuangan  :
Merdeka untuk Menjadi Unggul


Oleh : Kardi Pakpahan*
          Apa yang terjadi kalau tidak merdeka ? Sudah dipastikan berbagai ketertinggalan akan mengemuka.  Untuk menghantarkan kemerdekaan. para pejuang, seperti pejuang  kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), memiliki karakteristik kemauan yang kuat untuk mencapai titik perjuangan  Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.  Karakteristik kemauan itu misalnya adalah tidak takut salah, tidak mengenal kata putus asa, selalu membangun emosi positif (seperti menghindari rasa takut, kuatir, stres) dan mengedepankan semangat kerjasama.
          Dalam  kegiatan berbagai usaha Penyelenggara Jasa Keuangan, baik perbankan (Bank Umum, BPR), maupun non perbankan (multifinance, fintech, dan lain-lain), di era kemerdekaan saat ini, salah satu tujuan yang dicapai adalah  mencapai keunggulan untuk merealisasikan fungsinya bagi NKRI. Sebagaimana telah diketahui, usaha Penyelenggara Jasa Keuangan dapat menjalankan dan merealisasikan tiga fungsi sekaligus, yaitu 1) pendorong pertumbuhan ekonomi, 2) pendorong pemerataan pembangunan; 3)   pendorong untuk terciptanya stabilitas ekonomi. usaha Penyelenggara Jasa Keuangan yang unggul adalah memiliki kinerja, daya saing dan going concern yang baik. Merdeka untuk menjadi unggul bagi  usaha Penyelenggara Jasa Keuangan, dapat diwujudkan  dengan menjalankan 4  karakteristik kemauan  pejuang kemerdekaan seperti dikedepankan di atas dan melalui proses pembelajaran  serta program pendukung.
          Bagi setiap Sumber Daya Manusia (SDM) usaha Penyelenggara Jasa Keuangan, malas atau enggan belajar adalah suatu jalan menuju kemunduran. Pilihannya Cuma dua, yaitu belajar atau mundur. Berbagai usaha Penyelenggara Jasa Keuangan selama ini telah banyak yang dicabut izin usahannya atau dilikuidasi. Salah satu faktor usaha Penyelenggara Jasa Keuangan ditutup atau bubar, sehingga tidak dapat mengwujudkan fungsinya adalah proses pembelajaran tidak dilakukan secara konsisten dan kontiniu. Supaya dapat menjadi unggul maka usaha Penyelenggara Jasa Keuangan sudah sebaiknya memacu proses pembelajaran bagi setiap SDM di semua lini, khususnya dalam mengdapai era revolusi industri 4.0.
          Program pendukung untuk usaha Penyelenggara Jasa Keuangan menjadi unggul di era kemerdekaan, yang segaligus dapat digunakan untuk mengatasi ketidakpastian dalam kegiatan usaha,   dapat diwujudkan dalam berbagai program, baik jangka pendek, menengah maupun program jangka panjang.  Salah satu bagian   aksi program jangka pendek di sini adalah memformulasikan dan menjalankan Program Merdeka  di bulan Agustus. Sebagian diantara Program Merdeka yang dimaksudkan akan diuraikan pada bagian berikut. Pertama, program merdeka dari hutang. Program ini misalnya ditujukan bagi nasabah yang ada dalam status kredit hapus buku, macet atau diragukan. Konten dari program ini misalnya memberi keringanan untuk penyelesaian hutang selama bulan Agustus, misalnya discount bunga dan denda 74%, discount bunga denda 45%, dan pilihan keringanan lainnya.
          Kedua, pada penyaluran kredit.  Untuk mendukung program ini dapat  diwujudkan melalui lapisan produk kredit, misalnya provisi 0% untuk pencairan kredit selama bulan agustus atau dapat hadiah  jika realisasi permohonan baru, perpanjangan  atau top up kredit  selama bulan Agustus.
          Ketiga, pada sisi simpanan. Untuk dapat mendukung minat masyarakat banyak pada produk simpanan usaha Penyelenggara Jasa Keuangan, dapat diwujudkan pada Program merdeka, seperti pada sisi pemberian suku bunga yang menarik atau berbagai program  hadiah selama periode bulan agustus atau waktu tertentu.
          Keempat, program literasi dan edukasi. Supaya usaha Penyelenggara Jasa Keuangan semakin dikenal masyarakat luas perlu juga menjalankan program literasi dan edukasi yang dapat dilaksakan sekaligus dengan agenda perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan.
          Seluruh program kemerdekan tersebut supaya semakin baik sudah seharusnya dilaksanakan setiap insan atau SDM  usaha Penyelenggara Jasa Keuangan dengan semangat para pejuang kemerdekaan, yaitu tidak takut salah, tidah mudah putus asa, mengedepankan emosi positif dan kerjasama tim yang kuat. Semoga.     
(*Penulis adalah seorang Trainer dan Advokat, Alumnus FH-UI, Istagram : kardi_pakpahan, email = kardipakpahan@gmail.com)

Senin, 22 Juli 2019

Persiapan BPR Menghadapi Revolusi Industri 4.0


Kolom BPR :
Persiapan BPR Menghadapi Revolusi Industri 4.0

Oleh : Kardi Pakpahan*


Tak dapat dipungkiri, perubahan-perubahan besar yang ada kerap menimbulkan guncangan di tengah-tengah masyarakat. Misalnya, dengan ditemukannya mesin uap oleh James Watt, mengakhiri era Industri Revolusi Indutri 1.0  dan segera memasuki babak baru Revolusi Industri 2.0, dimana dalam kegiatan produksi tenaga manusia digantikan dengan mesin-mesin uap dengan proses produksi yang lebih besar.
Saat ini, sedang berlangsung era Revolusi Industri 4.0, menggantikan era Revolusi Industri 3.0,  yang ditandai dengan koneksi internet dengan  kegiatan usaha atau pabrik.  Koneksi internet itu didalamya melekat kemampuan menghitung, menganalisa serta media komunikasi yang dapat merangkai gambar, data dan suara. Hal itu dapat terjadi karena sebagian besar masyarakat sudah tersambung dengan internet, khusunya melalui smartphone.  Dalam satu keluarga misalnya, rata-rata setiap anggota keluarga sudah menggunakan smartphone.
Beberapa waktu lalu, moda transportasi taxi konvensional sempat terguncang, karena sebagian besar penumpang sempat “diakuisisi” oleh  taxi online yang telah menerapkan aplikasi yang sesuai dengan revolusi industri 4.0. Saat ini, beberapa taxi  konvensional sudah mulai menerapkan aplikasi  yang sesuai dengan revolusi industri 4.0 sehingga dapat mempertahan eksistensi usaha, walapun dengan ruang ekspansi yang semakin terlimitasi.
Pada industri keuangan saat ini juga sudah semakin masif dilakukan  penerapan aplikasi yang seasuai dengan tuntutan revolusi industri 4.0 seperti melalui usaha Fintech. Misalnya saja, realisasi penyaluran pinjaman  melalui  113 perusahaan Fintech P2P sampai Mei 2019  sudah menempus angka Rp 41,04 Triliun. Pencapaian usaha tersebut sudah cenderung berada pada zona deret ukur, bukan pada deret hitung lagi.
Bagaimana persiapan BPR (Bank Perkreditan Rakyat) menghadapi revolusi indstri 4.0 ? Supaya usaha  BPR tetap eksis, baik saat ini maupun pada masa datang  maka perlu dilakukan beberapa persiapan, baik menyangkut teknologi maupun SDM.
                Dalam melakukan dan menjalankan persiapan menghadapi revolusi industri 4.0 yang didalamnya mengedepankan karakteristik Disrupsi, yaitu perubahan yang mendasar atau fundamental, yang berpotensi menimbulkan gangguan atau kekacauan, maka BPR perlu terlebih dahulu melakukan analisa, baik secara internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman) untuk dapat mengwujudkan sebagaian (besar) atau seluruh transaksi keuangan atau pelayanan tersaji dalam bentuk digital. Transaksi pelayanan nasabah di era revolusi industri 4.0  yang bercorak digital merubah secara fundamental transaksi dari hubungan nyata (tatap muka secara langsung) menjadi relasi maya. Sehingga aktivitas perbankan itu sudah bercorak ada di setiap tempat dan waktu, dan pada titik tertentu mengurangi atau  meninggalkan fungsi kantor bank.
                Bagaimana seandainnya BPR  tidak melakukan perubahan, dalam rangka persiapan menghadapi era revolusi industri 4.0 ?   Bagi BPR yang tidak melakukan perubahan  maka dapat membuat pertumbuhan BPR stagnan, penurunan kinerja, dimerger, diakuisisi, divestasi, mengalami “sunset” atau dilikuidasi. Zona perubahan di era revolusi industri pada umumnya berada pada dua sisi utama, yaitu : Berubah atau Bubar.
                Pola perubahan dalam persiapan menghadapi revolusi industri 4.0 dapat dilakukan BPR melalui 3 cara. Pertama, belajar cepat. Jika tim SDM BPR rata-rata sudah memiliki pengetahuan dan kemampuan di bidang digitalisasi maka perlu mempelajari berbagai pengembangan dan penerapan aplikasi atau teknologi yang andal, terintegrasi, kontiniu dengan tingkat resiko yang dapat dikendalikan.
                Kedua, benchmark atau mirroring. Pola ini ditempuh dengan cara memilih mengembangkan dan menerapkan aplikasi atau teknologi dari sebuah institusi atau usaha keuangan yang telah bagus transaksi digitalnya.
                Ketiga, outsoursing. Pilihan ini dengan menggunakan sumber daya eksternal untuk membangun aplikasi digital BPR.
                Pilihan pola yang tepat disesuaikan dengan hasil analisa internal dan eksternal yang dilakukan. Misalnya, kalau kondisi internal sudah kuat dalam digitalisasi, maka dapat memilih pola belajar cepat atau benchmark/mirroring, tetapi jika kondisi internal lemah, maka lebih tepat melakukan pola outsoursing.
                Adapun pilihan strategi dalam persiapan menghadapi revolusi industri 4.0 bagi BPR dapat dikelompokkan dalam 4 pilihan. Pertama, memperkuat daya  aplikasi yang sudah ada.  Strategi ini ditempuh bagi BPR yang sudah memadai aplikasi digitalnya.
                Kedua, melengkapi dengan aplikasi pendukung lainnya.  Supaya lebih memadai untuk melakukan transaksi dan mengembangkan berbagai produk BPR, maka terhadap aplikasi digital yang ada dilengkapi dengan aplikasi pendukung yang sesuai.
                Ketiga, merubah aplikasi digital yang ada ke aplikasi digital baru. Bila aplikasi digital  yang dimiliki tidak memiliki jangkauan yang memadai  untuk digunakan menghadapi perubahan, maka pilihan berpindah menggunakan aplikasi yang lain, yang lebih andal, terintegrasi dan kontiniu dengan pengendalian resiko yang lebih akurat dapat dilakukan.
                Keempat, merubah secara keseluruhan aplikasi digital dan SDM atau tim kerja yang terkait. Pilihan ini biasanya untuk tujuan jangka panjang serta memastikan peningkatan kinerja dan going concern usaha.
                Sumber daya dana atau modal dalam persiapan BPR menghadapi revolusi industri 4.0 sangat penting dan strategis. Modal itu bagaikan kaki meja yang keempat. Oleh karena itu, peningkatkan modal BPR perlu juga dialokasikan untuk mengembangan dan penerapan teknologi digital.
                Disamping  persiapan dibidang teknologi aplikasi digital, maka hal-hal lainnya perlu dipersiapkan adalah dibidang SDM, pemasaran, budaya organisasi. Dibidang SDM misalnya, di era revolusi industri 4.0 berbagai fungsi unit kerja akan digantikan aplikasi digital. Menghadapi hal ini tingkat kompetensi SDM BPR yang ada ditingkatkan melalui berbagai pilihan pembelajaran. 
                Di bidang pemasaran atau promosi misalnya sudah mulai beralih ke media digital, yang perlu didukung dengan produk BPR yang variatif. Mensolisit calon nasabah tidak hanya terbatas ke pasar atau lapangan lagi, tetapi sudah dapat ke media digital, seperti di bukalapak, tokopedia, lazada, Go Jek, Blibli, dan lain-lain.
                Perubahan di sisi budaya organisasi misalnya harus dapat membuat dan membangun budaya organisasi atau corporate culture BPR yang adaptif untuk meningkatkan kinerja dan daya saing. Di era digital, sebagai bagian dari revolusi industri 4.0 berbagai hal akan lebih cepat melakukan perubahan. Jadi, tingkat adaptasi SDM musti tinggi.
(*Kardi Pakpahan adalah Alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Trainer & Advokat; WA : 0813-2895-0019, IG : kardi_pakpahan )