Selasa, 28 Juli 2020

Perjanjian Kredit sebagai Sumber Utama Perikatan antara BPR dengan Debitur

Catatan Hukum  :
Perjanjian Kredit sebagai Sumber Utama Perikatan antara BPR dengan Debitur

Oleh : Kardi Pakpahan*
          Perjanjian (kredit) merupakan sumber utama perikatan antara Bank Perkreditan Rakyat (BPR) selaku kreditur dengan debitur. Perjanjian atau persetujuan menurut pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
          Supaya sah, berdasarkan pasal 1320 KUHPer  Perjanjian harus memenuhi 4 syarat, yaitu  1) adanya kata sepakat; 2) Para pihak yang membuat perjanjian sudah dewasa; 3) Hal Tertentu; 4) suatu sebab yang halal atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan.  Perjanjian yang dibuat secara sah, berdasarkan pasal 1338 KUHPer berlaku atau mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
          Dalam perkreditan, disamping perjanjian sebagai sumber utama perikatan diantara para pihak, berdasarkan pasal 1233 KUHPer sumber perikatan lainnya adalah  undang-undang. Misalnya, jika Debitur tidak mampu memenuhi kewajibannya (Schuld) kepada BPR, maka berdasarkan pasal 1131 KUHPer, seluruh harta Debitur adalah menjadi jaminan terhadap hutang-hutangnya (haftung), walapun tidak diatur dalam Perjanjian Kredit. Pada pasal 1131  KUHPer disebutkan :”semua kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”.
          Dalam kebijakan dan prosedur perkreditan, aspek perjanjian kredit didepankan pada bagian kebijakan persetujuan kredit. Standar perjanjian kredit, baik bentuk, format dan isi biasanya sudah ditentukan oleh BPR yang dikenal juga dengan standar baku perjanjian kredit, berdasarkan Lampiran POJK Nomor : 33/POJK.03/2018, paling sedikit untuk  : 1) memenuhi keabsahan dan persyaratan hukum yang dapat melindungi kepentingan BPR dan Debitur; 2) memuat jumlah, jangka waktu, suku bunga, tujuan penggunaan, tata cara pembayaran kembali Kredit serta persyaratan Kredit lainnya sebagaimana ditetapkan dalam keputusan persetujuan Kredit dimaksud; dan 3) perjanjian Kredit paling sedikit dibuat dalam rangkap 2 (dua) dan salah satunya disampaikan kepada Debitur.
          Dengan demikian, berdasarkan POJK Nomor : 33/POJK.03/2018 setelah  pengikatan kredit dilaksanakan maka BPR wajib memberikan satu rangkap dokumen Perjanjian Kredit kepada Debitur, termasuk tentunya kalau pengikatan kredit dilaksanakan di hadapan Notaris/PPAT.
          Ketentuan tentang kewajiban BPR untuk menyerahkan Perjanjian Kredit kepada Debitur juga diatur pada pasal 26 POJK No.1/POJK.07/2013. Disana dikatankan :”Pelaku jasa usaha keuangan wajib memberikan tanda bukti kepemilikan produk dan/atau pemanfaatan layanan kepada Konsumen tepat pada waktunya sesuai dengan perjanjian dengan Konsumen”.
          Disamping dokumen perjanjian kredit, dokumen yang perlu disediakan oleh BPR kepada Dibitur, khususnya atas permintaan Debitur adalah rekening Koran maupun dasar pengenaan bunga kredit. Permintaan rekening Koran oleh debitur dapat juga digunakan oleh BPR sebagai bagian dari pengendalian internal atau pengawasan perkreditan.
          Adalah kewajiban dari BPR apabila nasabah Debitur meminta rekening Koran atas seluruh transaksi kredit  yang dilakukan sebagaimana yang telah diatur pada pasal 27  POJK No.1/POJK.07/2013, yang menyatakan :”Pelaku usaha jasa keuangan memberikan laporan kepada  konsumen tentang posisi saldo dan mutasi simpanan, dana, aset, atau kewajiban konsumen secara akurat, tepat waktu, dan dengan cara atau sarana sesuai dengan perjanjian dengan Konsumen”. Pelaksanaan ketentuan pasal 27 POJK No.1/POJK.07/2013 oleh BPR, adalah senada dengan ketentuan pasal 67 POJK Nomor 4/POJK.03/2015  yang menyebutkan :”BPR wajib melaksanakan transparansi informasi mengenai produk dan/atau layanan dan penggunaan data nasabah BPR dengan berpedoman pada persyaratan dan tata cara sebagaimana diatur dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai perlindungan konsumen sektor jasa keuangan dan ketentuan yang mengatur mengenai transparansi informasi produk bank dan penggunaan data pribadi nasabah”.
          Perihal pemenuhan BPR kalau ada debitur meminta dokumen perhitungan dasar bunga kredit masih relevan dengan ketentuan pasal 13  POJK No.1/POJK.07/2013. Di sana dikatakan :”Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib menyusun pedoman penetapan biaya atau harga produk dan/atau layanan jasa keuangan”.  
(*Kardi Pakpahan adalah seorang Advokat & Trainer)