Rabu, 04 September 2019

Perihal Kreditur Preferen pada Bank Dalam Likuidasi


Catatan BDL :

Perihal Kreditur Preferen pada Bank Dalam Likuidasi

Oleh : Kardi Pakpahan*

            Proses likuidasi Bank atau disebut juga Bank Dalam Likuidasi (BDL) berdasarkan pasal 53 UU No.24/2004 dilakukan dengan cara : a) pencairan aset dan/atau penagihan piutang kepada para Debitur diikuti  dengan pembayaran kewajiban bank kepada para kreditur dari hasil pencairan dan/atau penagihan tersebut, atau ; b) pengalihan aset dan kewajiban bank kepada pihak lain berdasarkan persetujuan LPS.
Bagaimana pengaturan kedudukan Kreditur Preferen atau kreditur yang didahulukan  pada Bank Dalam Likuidasi (BDL). Untuk itu marilah kita lihat ketentuan pasal 54 ayat 1 UU No.24/2004. Disana dikatakan :”Pembayaran kewajiban bank kepada para kreditur dari hasil pencairan dan/atau penagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dilakukan dengan urutan sebagai berikut : a. penggantian atas talangan pembayaran gaji pegawai yang terutang; b) penggantian atas pembayaran talangan pesangon pegawai (yang menurut UU No.13/2003 ataupun PSAK Imbal Kerja atau PSAK 24, mencakup pesangon, uang penghargaan maupun penggantian hak); c. biaya perkara di pengadilan, biaya lelang yang terutang dan biaya operasional kantor; d. biaya penyelamatan yang dikeluarkan oleh LPS dan/atau pembayaran atas klaim Penjaminan yang harus dibayarkan oleh LPS; e. pajak yang terutang (meliputi pajak bank dan pajak yang dipungut oleh bank selaku pemotong atau pemungut pajak); f. bagian Simpanan dari Nasabah penyimpan yang tidak dibayarkan penjaminnya dan Simpanan dari Nasabah penyimpan yang tidak dijamin; dan g. hak dari Kreditur lainnya”.
            Sebagaimana diketahui ketentuan kreditur preferen diatur pada pasal 1133 KUHPerdata, yang menyatakan :”Hak untuk didahulukan diantara para Kreditur bersumber pada hak istimewa, pada gadai dan pada hipotik (hak tanggungan)”.  Bagaimana kedudukan kreditur yang memiliki hak istimewa di satu sisi dan Kreditur yang memiliki jaminan berupa gadai dan Hipotik atau hak tanggungan di sisi lain ?
            Hubungannya diatur pada pasal 1134 KUHPerdata. Disitu disebutkan :”Hak istimewa adalah hak yang diberikan oleh Undang-undang kepada seorang kreditur yang menyebabkan ia berkedudukan lebih tinggi daripada yang lainnya, semata-semata berdasarkan sifat piutang itu. Gadai dan hipotik lebih tinggi daripada hak istimewa, kecuali dalam hal Undang-undang dengan menentukan kebalikannya”.
            Jika dikaitkan dengan pasal 55 UU No.37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, sesuai dengan pasal 54 ayat 1 UU No.24/2004, pada Bank dalam Likuidasi, tidak dikenal dengan kedudukan kreditur  separatis.
            Kalau begitu, dimana posisi kreditur pemegang jaminan gadai, hipotik atau hak tanggungan pada Bank dalam likuidasi ? Seperti yang telah disebutkan pada pasal 1134 KUHPerdata, Kreditur pemegang gadai dan hipotik/hak tanggungan tidak selalu lebih tinggi dari Kreditur pemilik hak Istimewa. Bila mendapat pengaturan dalam Undang-undang, Kreditur dengan hak istimewa dapat memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari Kreditur pemegang Gadai, Hipotik atau Hak Tanggungan.
            Mengacu pada pasal 54 ayat 1 UU No.24/2004,  Kreditur  yang akan menerima : a. penggantian atas talangan pembayaran gaji pegawai yang terutang; b. penggantian atas pembayaran talangan pesangon pegawi; c. biaya perkara di pengadilan, biaya lelang yang terutang dan biaya operasional kantor; d. biaya penyelamatan yang dikeluarkan oleh LPS dan/atau pembayaran atas klaim Penjaminan yang harus dibayarkan oleh LPS; e. pajak yang terutang; f. bagian Simpanan dari Nasabah penyimpan yang tidak dibayarkan penjaminnya dan Simpanan dari Nasabah penyimpan yang tidak dijamin, merupakan Kreditur yang diberikan hak istimewa menurut UU No.24/2004, berdasarkan urutan dengan skala prioritas dari huruf a sampai ke huruf f. Sedangkan posisi Kreditur pemegang jaminan gadai, hipotik/hak tanggungan berada pada posisi Kreditur Lainnya (Vide : pasal 54 ayat 1 huruf g UU No.24/2004).  Kalau kebetulan pada posisi Kreditur lainnya ada juga kreditur-kreditur Konkruen, seperti tagihan komisi broker atau agen, dan lain-lain, maka Kreditur pemegang jaminan gadai, hipotik atau hak tanggungan tentunya tetap memiliki hak preferen pada pos Kreditur lainnya.
            Sebagai contoh, BPR A (Bank dalam Likuidasi/DL), ketika dicabut izin usahanya masih memiliki pinjaman di  Bank  X (Bank Umum) dalam rangka linkage program, sebesar Rp 500.000.000,- , dengan jaminan deposito BPR A di Bank X sebesar Rp 500.000.000,- , yang diikat dengan gadai yang dilengkapi dengan surat kuasa pencairan. Dalam kondisi seluruh Kreditur yang memiliki hak istimewa pada BPR A (DL) belum mendapatkan hak-haknya dari BPR A, Bank X dengan surat kuasa yang dimiliki mencairkan Deposito BPR A (DL) untuk penyelesaian hutang di Bank X. Tindakan Bank X tersebut sebetulnya dapat diajukan upaya pembatalan karena merupakan sebuah tindakan yang termasuk dalam kategori perbuatan melawan hukum (Onrechmatige Daad), yang upaya hukumnya dapat ditempuh oleh pihak-pihak yang dirugikan, seperti oleh Tim Likuidasi BPR A (DL) atau (Para) Kreditur yang memiliki hak Instimewa.   
(*adalah Advokat & Pengamat di bidang Keuangan, Alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia, IG = kardi_pakpahan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar