Minggu, 06 Oktober 2013

Catatan Training Leader JFI : "Fungsi dan Efektivitas Pelatihan di BPR"

Fungsi dan Efektivitas Pelatihan di BPR   
Oleh : Kardi JFI*
            Pelatihan merupakan salah satu fungsi menajemen Sumber Daya Manusia (SDM) pada sebuah organisasi atau perusahaan, termasuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Dengan berjalannya secara baik fungsi pelatihan, maka kinerja SDM  dan/atau  BPR  akan cenderung berada pada tataran yang tinggi. Dalam rangka menghadapi kecenderungan peningkatan iklim persaingan usaha, fungsi pelatihan memiliki arti yang penting dan strategis dalam membangun daya saing, kinerja dan efisiensi BPR.
Cakupan Pelatihan
            Dalam implementasi manajemen SDM pada sebuah perusahaan, seperti di BPR, antara kata-kata pelatihan dan pengembangan SDM sering dipergunakan. Sasaran pelatihan adalah menyangkut dengan pekerjaan masa kini, jadi memiliki sasaran jangka pendek. Hal itu bisa diketahui dari pengertian pelatihan itu sendiri. Menurut R. Wayne M.dan Robert M.None (1991), pelatihan atau training adalah those activities that serve to improve an individual’s performance on currently held job or related to it. Dale S. Beach(1980), menyatkan pelatihn adalah ‘’the organized procedure by wich people learn knowledge and/or skills for a definite pur pose. Sedangkan sasaran pengembangan SDM atau karyawan berfokus pada peningkatan keahlian SDM untuk masa yang akan datang atau memiliki lingkup jangka panjang.
            Lingkup substansi sasaran pelatihan dan pengembangan SDM dibagi tiga bagian utama yaitu 1) unsur pengetahuan atau kognitif, 2) unsur ketrampiran atau phisicomotor; 3) sikap atau afektif. Artikulasi utama pelatihan adalah pada unsur keterampilan. Idealnya, pelatihan dan pengembangan SDM dikatakan berhasil jika bisa meningkatkan unsur; pengetahuan, keterampilan, sikap dari karyawan yang mengikutinya. Sebagai contoh karyawan yang telah terampil dan berpengetahuan luas supaya produktif harus memiliki sikap yang baik di perusahaan, seperti memiliki etos kerja atau motivasi dan integrasi yang tinggi, bertanggung jawab dan memiliki disiplin yang tinggi.
            Dalam pencapaian lingkup substansi pelatihan tersebut, pelatihan yang dilaksanakan haruslah, tetap disesuaikan dengan tahap-tahap kemampuan karyawan atau SDM. Dengan mengacu kepada Tahap kemampuan SDM menurut Bennet silalahi (1993),  maka tahap kemampuan SDM BPR dibagi menjadi lima bagian. Pertama, tahap karyawan baru (novice). Pada bagian ini Pekerja atau SDM BPR sudah mengetahui prinsip dan prosedur sesuatu pekerjaan dalam konteks yang bebas, yakni tanpa referensi. Ia mengetahui sebab dan akibat sesuatu dan kegiatan, tetapi ia belum mampu menerapkannya.
            Kedua, tahap karyawan pemula (beginner). Seseorang karyawan pemula menerapkan apa yang diketahui dengan bantuan suatu matriks kerja atau Sisdur dan seorang Pengawas. Ia belum bisa dilepas begitu saja tanpa konsekwensi yang merugikan BPR atau fatal. Hasil kerjanya harus disetujui pengawas, kalau tidak ia bisa menyimpang dari sasaran kerja atau Sisdur Pekerjaan yang telah ditetapkan.
            Ketiga, tahap karyawan cakap dan tangkas (competence). Dengan pengalaman, seorang karyawan pemula akan berkembang menjadi pekerja yang tangkas. Dalam berbagai hal, Ia sudah tidak melihat matriks kerja dan pengawasan. Bahkan, ia sudah mampu menggunakan inisiatif untuk memperkaya atau meningkatkan mutu pekerjaannya.
            Keempat, tahap karyawan mahir (proficiency). Seseorang Karyawan atau SDM mahir tidak lagi bekerja sesuai dengan petunjuk tertulis atau lisan. Ia sudah dapat membaca situasi dan menarik kesimpulan sendiri. Ia dapat membuat pilihan dari berbagai alternatif. Intuisinya sudah mulai berkembang, dan kadang-kadang dapat diterapkan dengan berhasil. Ia mampu berpikir secara kritis dan analitis, dan membuat kesimpulan dari pemikiran seperti itu.
            Kelima, tahap karyawan ahli (expert). Seseorang pekerja ahli memahami apa yang akan dilaksanakan berdasarkan pengertian dan pengalaman. Keahliannya sudah mendarah daging tanpa disadari sehingga alat-alat atau mesin yang digunakan sudah seperti bagian diri tubuhnya.
Persyaratan Pelatihan
            Program pelatihan di berbagai Bank Perkreditan Rakyat (BPR) telah banyak yang dijadikan sebagai bagian yang esensial dari implementasi fungsi manajemen SDM, tapi tak dapat dipungkiri masih banyak BPR  yang belum menjadikannya sebagai program yang penting. Kadangkala, disamping telah banyak BPR yang telah berhasil berkat menjalankan atau mengikuti program pelatihan, namun disisi lain ada juga pelatihan yang mengakibatkan beban bagi BPR karena tidak dipersiapkan secara baik.
            Supaya pelatihan  bisa efektif mencapai tujuan BPR, yaitu meningkatkan kinerja dan daya saing perusahaan, maka diperlukan beberapa persyaratan. Menurut Dale Yoda (1981), supaya pelatihan dan pengembangan SDM dapat berhasil dengan baik, maka harus diperhatikan beberapa hal, yaitu indivual differences, relation to job analysis, motivation, active participation, selection of traines, selection training, methods.
            Menurut D. Contifec ( 1993 ), supaya pelatihan berhasil dengan baik perlu dipenuhi langkah-langkah pelatihan yaitu, 1) menentukan kebutuhan pelatihan dan tujuannya; 2) memilih siapa yang memerlukan pelatihan; 3) menyusun program pelatihan; 4) melaksanakan evaluasi hasil-hasil pelatihan. Sedangkan menurut Gary Dessler (1993), diperlukan empat langkah untuk mengadakan pelatihan supaya bisa mencapai sasaran, yaitu 1) analisa apakah masalahnya terletak pada kemampuan atau ketidak kemampuan; 2) penyusunan tujuan pelatihan yang dapat diamati dan diukur; 3) pelaksanaan pelatihan dengan teknik-teknik yang tercakup dalam pelatihan, dalam pekerjaan dan belajar terprogram ;4) evaluasi untuk mengukur reaksi proses belajar/ latihan atau penilaian.
            Apa tujuan pelatihan bagi karyawan pada sebuah BPR ? Tujuan pelatihan pada prinsipnya tidak lepas dari lingkup sasaran pelatihan, yaitu peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap karyawan BPR. Tujuan itu bisa diwujudkan dalam beberapa hal diantaranya akan dikedepankan pada uraian berikut.
            Pertama, peningkatan produktivitas atau kinerja. Pelatihan yang dilaksanakan dengan baik bisa meningkatkan produktivitas SDM  dan/atau BPR. Sebagai contoh, bila sebelumnya seorang karyawan di sebuah BPR cuma bisa mengerjakan pembukuan tabungan 3 (tiga) per jam dengan pelatihan karyawan yang bersangkutan dimungkinkan bisa menghasilkan 6 (enam) Pembukuan tabungan per jam.
            Kedua, perencanaan SDM. Dengan adanya pelatihan maka akan penting artinya pada fungsi perencanaan SDM. Misalnya, kalau ada kebutuhan BPR akan karyawan baru, sudah bisa menggunakan tenaga-tenaga dari dalam perusahaan karena karyawan yang ada sudah terlatih.
            Ketiga, meningkatkan kualitas pekerjaan karyawan. Melalui hasil pelatihan, karyawan akan dipersiapkan untuk melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik, sehingga disamping produktivitas kian tinggi, maka efisiensi pun akan cenderung bertambah tinggi.
            Keempat , meningkatkan rasa percaya diri karyawan. Banyak karyawan di berbagai BPR yang kerap masih ragu-ragu atau kurang percaya diri dikarenakan kurang terampil melakukan pekerjaanya. Rasa percaya diri dan wibawa karyawan bisa dibangun melalui pelaksanaan pelatihan yang baik. Misalnya seorang AO di BPR, dengan mengikuti pelatihan Taksasi Jaminan atau Pengikatan Perjanjian dan Jaminan Kredit, akan cenderung lebih percaya diri dalam memasarkan kredit BPR kepada calon nasabah.
            Kelima, meningkatkan sikap positif. Bila perusahaan menyelenggarakan program pelatihan yang tepat dan baik maka iklim serta kondisi perusahaan pada umumnya akan menjadi lebih baik. Dalam suasana iklim kerja BPR yang baik maka sikap positif dari pekerja, seperti loyalitas dan integritas, semangat kerja sama dalam tim akan bisa cepat bertumbuh dan berkembang.
            Keenam, meningkatkan pemahaman karyawan dalam manajemen resiko. Usaha BPR, adalah usaha yang didalamnya melekat resiko, baik resiko operasional, resiko kredit maupun resiko pasar. Dengan berbagai pelaksanaan pelatihan terkait dengan BPR, maka kemampuan karyawan dalam menghadapi resiko dalam kegiatan usaha BPR akan cenderung lebih baik.
Karakteristik Karyawan.
            Unsur yang termasuk sangat esensional dalam pelatihan BPR adalah karakteristik karyawan. Dengan mengetahui karakteristik karyawan maka akan dapat diketahui dan diformulasikan jenis program pelatihan yang digunakan sehingga program pelatihan yang digunakan bisa mencapai tujuan pelatihan.
            Dengan mengacu pada hukum pareto dan matriks BCG (Boston Consulting Group,), Bennet silalahi (1993), membagi golongan atau karakteristik karyawan menjadi empat bagian. Hukum Pareto yang dimaksudkan menyatakan bahwa hanya 20 % produk suatu perusahaan yang menghasilkan 80 % pendapatan perusahan. Sedangkan matriks BCG yang dimaksudkan, yang biasanya dipakai sebagai salah satu bahan analisa dalam manejemen pemasaran, membagi kategori atau jenis produk perusahaan atas empat bagian, yaitu a) star (jenis bintang); b) cash cow (kategori tegar) ; c) dog  (kategori kayu lapuk ); d) question mark  ( kategori tanda tanya).
            Apa saja karekteristik karyawan yang dimaksud ? Pertama, kategori bintang. Biasanya karyawan seperti ini cepat menanjak produktivitasnya, tetapi cepat pula merosot. Sama seperti produk trendy, kategori karyawan pada bagian ini perlu dipertahankan, jika mungkin dari kategori lainnya pun harus diupayakan menjadi bintang. Program pelatihan yang sesuai dengan kategori ini adalah pelatihan Total quality Control (TQC),  Pengembangan Strategi Pemasaran, Pelatihan Rencana Bisnis, pengembangan keperibadian menurut Dale Carnagie,  dan sejenisnya.
            Kedua, kategori tegar. Sebagian dari karyawan pada bagian ini mungkin masih dapat dijadikan menjadi kategori bintang. Namun, mengingat umur dan masa kerja, ada baiknya mereka diikutsertakan dapat program pelatihan pengembangan manajemen, supervisi, hubungan antar manusia (human relation), pembentukan karakter yang efektif, Domain Kecerdasan Interpersonal, Motivasi, dan lain-lain.
            Ketiga, kategori kayu lapuk atau dahan mati. Karyawan-karyawan pada bagian ini perlu dibangkitkan kembali semangat kerja mereka. Sedangkan program pelatihan yang cocok pada katagori kayu lapuk ini adalah transaction analysis (T-Group), sentivity training dan sejenisnya.
            Keempat, kategori tanda tanya. Untuk memastikan arah perkembangan karyawan pada bagian ini, para karyawan perlu diikutsertakan dalam program pelatihan keterampilan, seperti teknik menjual, akuntansi BPR, komputer,  sistem dan prosedur, Kearsipan, dan sejenisnya.
            Pelatihan bagi karyawan pada BPR akan semakin memiliki arti yang penting dan strategis pada masa kini maupun pada masa yang akan datang, khususnya dalam meningkatkan peranan BPR diantara industri keuangan lainnya. Dapat dikatakan, kebijakan yang dikedepankan Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia nonor : 5/14/PBI/2003 tentang Kewajiban Penyediaan dana Pendidikan dan pelatihan untuk Pengembangan Sumber Daya Manusia Bank Perkreditan Rakyat, beberapa waktu yang lalu adalah hal positif dan konstruktif dalam pengembangan BPR. Oleh karena itu,p elaku industri BPR, sudah sewajarnya menerapkan dengan baik ketentuan PBI tersebut sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik SDM BPR dan dari sisi Bank Indonesia atau OJK nantinya,  sudah sewajarnya mengawasi pelaksanaannya secara kontiniu dan konsisten supaya semakin efektif.

( *Penulis adalah Training Leader JFI ).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar